Masjid Asasi Sigando yang juga dikenal dengan Masjid Asasi Nagari Gunung, adalah sebuah masjid yang memiliki sejarah panjang di Kota Padang Panjang. Tak hanya memiliki sejarah, masjid ini juga merupakan masjid tertua di kota ini. Karena sejarahnya, masjid ini menjadi salah satu cagar budaya yang juga bernilai spiritual walaupun masjid ini tetap digunakan sebagai tempat ibadah.
Masjid Asasi Sigando merupakan masjid tertua di Kota Padang Panjang. Masjid ini dibangun di atas tanah wakaf dari Datuak Kayo dan di bangun secara gotong royong oleh masyarakat dari empat koto, yakni Koto Gunuang, Koto Jaho, Koto Paninjauan dan Koto Tabangan.
Tahun pembuatan dari Masjid Asasi Sigando ini belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan masjid ini sudah berusia 400 tahun lebih. Mesjid ini selesai dibangun pada tahun 1770 M. Berarti usianya sudah hampir mencapai 4 abad silam. Mesjid ini dibangun oleh salah seorang penyebar agama Islam yang berasal dari Air Bangis Pasaman.
Arsitektur mesjid yang berukuran 300 meter persegi ini cukup unik. Atapnya tidak seperti mesjid yang memakai kubah, melainkan atap seng bertingkat tiga. Bangunan yang dibangun dengan struktur dari kayu ini dilengkapi dengan tiang besar di tengah-tengahnya yang juga terbuat dari kayu yang kuat. Sementara mimbar khatib terbuat dari kayu juga. Di bagian eksterior luar, mesjid ini penuh dengan ukiran-ukiran indah khas Minangkabau. Lantai mesjid ini dibuat dari papan berpanggung, sama seperti rumah adat Minangkabau lainnya.
Masuk ke dalam mesjid, suasana teduh dan nyaman membuat pengunjung yang ingin beribadah kian merasa lebih dekat dengan Sang Khalik. Silahkan dunsanak berkunjung ke mesjid ini. Nikmati bangunan arsitektur mesjid lama di Minangkabau dan suasana penuh nuansa Islami.
Bahan-bahan kayu yang digunakkan untuk pembangunan masjid ini, diambil dari Hutan Aie Putih. Bahkan, ditengah masjid, ada sebuah tonggak tuo yang berukuran besar. Sangat sulit dibayangkan bagaimana para masyarakat membawa kayu tersebut dari hutan.
Konstruksi Masjid Asasi Sigando, benar-benar memiliki ciri khas Minang. Masjid yang berdiri di atas tanah seluas 300 meter persegi ini, juga memiliki ukiran-ukiran yang memiliki ciri khas 3 suku yakni, Minang, China dan Hindu.
Walaupun sudah dilakukan pemugaran, bentuk asli masjid ini tidak sama sekali dirubah agar tetap terlihat originalitasnya. Hanya saja atap yang dulu terbuat dari ijuk, kemudian pada tahun 1912, diganti dengan seng.
Perubahan lainnya adalah dengan dipasangnya pagar di sekitar masjid. Karena dipertahankannya originalitas bentuk Masjid, ukiran yang rusak pun akhirnya di benahi dan tetap memasang ukiran baru yang bentuknya sama dengan ukiran yang lama.
Pada zaman dulu, masjid ini lebih dikenal dengan surau gadang yang memiliki arti surau yang besar. Kemudian, barulah setelah tahun 1930 masjid ini lebih dikenal dengan Masjid Asasi.
Selain memiliki 1 buah tonggak tuo yang paling besar, masjid ini memiliki 6 buah tiang penyangga. Di ruangan belakang masjid ini, ternyata masih juga tersimpan benda-benda kuno seperti brangkas milik Belanda serta tafsir-tafsir Al-Qur’an yang masih berbahasa arab melayu.
Bentuk dari bangunan masjid ini memiliki tiga buah tingkatan atap. Bentuk atap ini melambangan tigo tungku sajajarangan, di bagian bawah masjid juga menyerupai rumah panggung karena anda akan menaiki tangga terlebih dahulu.
Sedangkan pada bagian depan masjid yakni di halamnnya, anda akan melihat bedug yang memiliki gonjong sehingga mencirikan bangunan khas Minang. Bisa dikatakan bahwa bedug ini mirip seperti rangkiang, yakni tempat yang berfungsi sebagai lumbung padi.
0 Response to "Wisata Religi Mesjid Asasi di Nagari Gunung - Padang Panjang"
Post a Comment