Rumah
Gadang Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan yang berdiri di
Melayu Ujung Kapalo Koto atau di Balai Janggo Pagaruyung kecamatan
Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat adalah rumah
pusaka dari Keluarga Besar Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung.
Diresmikan
pada tanggal 21 dan 23 Desember 1989. Merupakan pengganti Rumah Tuan
Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan yang terbakar pada 3 Agustus
1961. Merupakan untaian dari sejarah yang panjang yang tak terputuskan
dari masa kerajaan Pagaruyung tempo dulu.
Nama
Si Linduang Bulan adalah nama yang diberikan kepada Istana Raja
Pagaruyung setelah dipindahkan dari Ulak Tanjuang Bungo ke Balai Janggo
pada tahun 1550 oleh Daulat Yang Dipertuan Raja Gamuyang Sultan Bakilap
Alam (Sultan Alif Kalifatullah Johan Berdaulat Fil’Alam I) Raja Alam
sekaligus memegang jabatan Raja Adat dan Raja Ibadat Pagaruyung, sebagai
penanda awalnya perhitungan tahun menurut tarikh Islam, sekaligus
berlakunya secara resmi hukum syariat Islam di seluruh kerajaan
Pagaruyung menggantikan hukum-hukum yang bersumber dari agama Budha
Tantrayana. Kemudian Istano Si Linduang Bulan ini di bangun lagi pada
tahun 1750, karena Istano lama telah tua dan mulai runtuh. Pada tahun
1821 Istano Si Linduang Bulan terbakar dalam kecamuk Perang Padri. Pada
tahun 1869 Istano Si Linduang Bulan dibangun lagi oleh Yang Dipertuan
Gadih Puti Reno Sumpu kemenakan kandung dari Sultan Tangkal Syariful
Alam Bagagar Syah Yang Dipertuan Hitam dan anak dari Yang Dipertuan
Gadih Reno Sori dengan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang
(pemegang jabatan Raja Adat, Raja Ibadat dan Raja Alam) setelah Sultan
Tangkal Syariful Alam Bagagar Syah Yang Dipertuan Hitam dibuang Belanda
Ke Betawi. Pada tanggal 3 Agustus 1961 Istano Si Linduang Bulan terbakar
lagi.
Istano
Si Linduang Bulan yang ada sekarang didirikan kembali di tapak Istano
yang terbakar pada tahun 1961. Pembangunannya dimulai pada tahun 1987
dan diresmikan pada tahun 1989. Diprakarsai oleh Drs. Sutan Oesman Yang
Dipertuan Tuanku Tuo Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung,
Tan Sri Raja Khalid bin H. Raja Harun, Raja Syahmenan bin H.Raja Harun,
Aminuzal Amin Datuk Raja Batuah, Basa Ampek Balai, ninik mamak Nagari
Pagaruyung, anak cucu keturunan dari Daulat Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung dalam kaitannya sebagai “Sapiah Balahan, Kuduang Karatan”.
Kemudian didorong sepenuhnya oleh Ir. H. Azwar Anas Gubenur Sumatera
Barat.
Sedangkan
pembangunan Istano Si Linduang Bulan dibiayai secara bersama oleh
keluarga ahli waris dan anak cucu keturunan serta zuriat dari Daulat
Yang Dipertuan Raja Pagaruyung beserta masyarakat adat.
Peresmiannya
dilakukan dalam sebuah upacara adat kebesaran, melibatkan para pemangku
adat se alam Minangkabau: Basa Ampek Balai, Tuan Gadang Batipuah,
Tampuak Tangkai Alam di Pariangan, Gajah Gadang Patah Gadiang di Limo
Kaum, Simarajo Nan Sambilan, Langgam Nan Tujuah, Lubuak Nan Tigo,
Tanjuang Nan Ampek, Sapiah Balahan Kuduang Karatan, Kapak Radai, Timbang
Pacahan dan zuriat keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung.
Dihadiri para pejabat Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Sumatera Barat,
Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kodya se Sumatera Barat. Serta Undangan
Khusus yang datang dari Kerabat Raja Negeri Sembilan, Sri Sultan
Hamengkubuono X, dari Brunei Darussalam, keluarga Paku Alam dan
Sisingamangaraja.
Di
Pagaruyung terdapat dua buah istana. Pertama, Istano Si Linduang Bulan,
yang berdiri di Balai Janggo Pagaruyung, sebagai istana pengganti dari
istana raja yang terbakar, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Kedua,
Istano Basa, yang mulai dibangun pada tahun 1976 di Padang Siminyak
Pagaruyung (letaknya satu kilometer dari Istano Si Linduang Bulan) di
atas tanah milik keluarga ahli Waris Raja Pagaruyung yang dipijamkan
kepada pemerintah selama bangunan tersebut masih berdiri. Istano Basa
didirikan atas biaya sepenuhnya dari pemerintah daerah Sumatera Barat
yang berfungsi sebagai musium dan objek kunjungan wisata, sedangkan
istano Si Linduang Bulan dibiayai oleh ahli waris dan anak cucu
keturunan dari Daulat yang Dipertuan Raja Pagaruyung.
Pada 27 Februari 2007 Istano Basa terbakar disambar petir meluluh lantakkan semua bangunan tersebut.
Bentuk dan Ukiran
Rumah
Gadang Tuan Gadih Istano Si Linduang Bulan adalah rumah gadang yang
sangat khusus dengan style “Alang Babega”.Mempunyai tujuh buah gonjong
(tajuk) yang megah seakan mencucuk langit. Sedangkan rumah gadang lain
yang ada di Minangkabau memakai bermacam style: Gajah Maharam, Rajo
Babandiang, Sitinjau Lauik dan sebagainya. Style “Alang Babega “
merupakan khas style rumah gadang raja.
Istano
Si Linduang Bulan disebut juga rumah gadang sambilan ruang dengan
ukuran 28 x 8 meter dan di halamannya berdiri dua buah rangkiang; Si
Bayau-bayau dan Si Tinjau Lauik. Rumah Gadang ini mempunyai empat buah
bilik atau kamar tidur dan dua buah anjuang di samping kanan Anjuang
Emas dan di samping kiri Anjuang Perak. Di bagian belakangnya terdapat
sebuah dapur yang khas. Tiang penyangga rumah gadang ini berjumlah 52
buah terdiri dari: delapan buah di barisan depan disebut Tiang tapi
panagua alek. Barisan kedua memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang
yang disebut Tiang tamban suko mananti, barisan ketiga memanjang
bangunan terdapat 12 buah tiang yang disebut Tiang tangah manti salapan,
salah satu dari 12 tiang ini disebut Tonggak Tuo atau disebut juga
Tiang panjang simajolelo yang terletak di bagian kanan setelah pintu
masuk. Barisan keempat berjumlah 12 tiang disebut “Tiang dalam puti
bakuruang” yang menjadi penopang bagian tengah rumah. Selanjutnya 12
tiang lagi disebut tiang salek dindiangnyo samiek. Barisan tiang ini
membatasi dinding belakang dengan bagian muka bilik atau ruang tidur.
Delapan tiang lagi di bagian belakang disebut Tiang dapua suko dilabo.
Kedua anjuang di ujung kiri dan kanan rumah adalah tempat “Kedudukan
Rajo” atau tahta raja, yakni “Rajo Tuo” di Anjuang Emas dan “Tuan Gadih”
di Anjuang Perak
Ukiran
yang membalut Istano Si Linduang Bulan berjumlah lebih dari 200 macam
motif ukiran. Hampir seluruh motif ukiran Minangkabau terdapat di Istano
Si Linduang Bulan. Ukiran itu mendominasi bentuk luar fisik bangunan
yang kaya dengan simbol-simbol. Setiap ukiran dan penempatannya
mempunyai makna sendiri-sendiri, sebagai tanda bahwa Istano Si Linduang
Bulan adalah rumah gadang raja atau rumah pemimpin rakyat atau
sebagai”Pusat Adat”.
Beberapa
motif ukirannya antara lain terdapat di bandua Ayam bagian memanjang di
bawah jendela, dihiasi tiga jenis ukiran: Aka Cino Bapilin, Sikambang
Manih dan Siriah Gadang. Pada bagian dinding yang lebih luas dihiasi
dengan ukiran: Pucuak Rabuang dan Aka Cino ditambah dengan hiasan kaca
Tabentang Kalangik. Pada jalusi di atas jendela dihiasi dengan ukiran
tembus dengan motif Si Kambang Manih. Pada bagian di bawah pinggir atap
yang disebut dampa-dampa dihiasi dengan tiga jenis ukiran: Pisang
Sasikek, Aka Cino dan Tantadu Bararak. Pada pintu masuk ditemukan
berbagai ukiran: Tupai Managun, Daun Bodi, Saik Wajik, Bungo Lado, Buah
Palo Bapatah, Itiak Pulang Patang.
Banyak
lagi bagian-bagian pada dinding Istano Si Linduang Bulan yang diukir
dengan berbagai jenis ukiran. Umumnya ukiran-ukiran itu didominasi oleh
warna-warna: merah, kuning, hitam dan diselingi oleh warna coklat (warna
tanah) serta warna perak dan emas.
Di
bagian dalam Istano Si Linduang Bulan semua bagian ditutupi dengan kain
tabir dan langik-langik dengan sulaman bertatah warna emas dengan
berbagai motif pula. Ini semua merupakan hasil kerajinan rakyat dari
nagari-nagari di sekitar Pagaruyung antara lain: Sungayang, Pandai
Sikek.
Sekarang
Istano Si Linduang Bulan tidak lagi menampilkan sosoknya sebagai Istana
Raja, karena sejak kemerdekaan Republik Indonesia, keluarga ahli waris
Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung sudah menyatukan diri dengan
negara kesatuan Republik Indonesia. Namun begitu Istano Si Linduang
Bulan tetap berfungsi sebagai Pusat Adat bagi masyarakat Minangkabau.
Fungsi ini sudah merupakan adat dan menjadi bagian dari budaya bangsa.
0 Response to "Istano Baso Pagaruyuang "
Post a Comment