Kalau orang bicara tentang tarian tradisional Minangkabau, salah satu tarian yang mungkin langsung teringat oleh kita adalah tari piring. Sejauh yang saya ketahui, belum ada penelitian tentang asal-muasal tari piring
ini. Yang ada baru deskripsi tentang struktur pertunjukannya dan
metodologi pengajarannya, misalnya oleh Mid Jamal (1992), Trianti
Nugraheni (2004) dan Deni Hermawan (2004). Barangkali perlu juga
diteliti lebih dalam sejarahnya oleh civitas akademika ISI Padang
Panjang atau UNP supaya dapat diketahui dari mana dan bagaimana asal
muasal tari piring ini. Data tertulis dan visual
tentangnya mungkin tak kurang lengkapnya, seperti antara lain
diperlihatkan dalam foto klasik yang kita turunkan dalam rubrik ‘Minang
Saisuak’ kali ini.
Foto ini (18×24 cm.) mengabadikan sebuah pertunjukan tari piring
di Sungai Pua pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Mat kodaknya
tidak dikenal. Dalam catalog institusi yang menyimpan foto ini
disebutkan bahwa tarian ini bernama “lampendans” (tari lampu). Barangkali nama ini didasarkan atas penggunaan lilin di piring yang dilenggang-lenggokkan.
Secara arbitrer saya memperkirakan tari piring
ini mungkin asalnya dari acara pesta perkawinan atau keramaian lainnya
yang melibatkan prosesi makan, misalnya dalam pesta panen dan lain-lain.
Jadi, ketika muncul kegembiraan saat itu, seorang
secara spontan mengambil piring yang kosong dan menari-nari dengan
melenggang-lenggokkannya. Banyak kajian antropologi (tari) menunjukkan
bahwa tarian-tarian tertentu dalam berbagai kelompok etnis terkait
dengan ritus panen dan kesuburan tanah. Namun demikian, asumsi saya di
atas tentu perlu dibuktikan lebih lanjut lewat kajian ilmiah.
Konteks foto di atas tampaknya satu
prosesi penyambutan tamu-tamu terhormat. Lihatlah ekspresi para
penonton yang memanjangkan leher melihat ke rah depan. Di latar belakang
terlihat gaba-gaba yang menunjukkan bahwa di tempat
ini sedang ada pesta keramaian. Terlihat bahwa para penari dalam foto
ini adalah kaum lelaki, tidak seperti sekarang di mana tari piring cenderung ditarikan oleh perempuan (yang kadang-kadang masih dikombinasikan dengan penari laki-laki). Dulu di Minangkabau alek kaum laki-laki dibedakan dengan alek
kaum perempuan: tamu laki-laki dilayani oleh tuan rumah laki-laki dan
tamu perempuan juga dilayani oleh tuan rumah perempuan. Kini zaman lah moderen, angin Baraik lah barambuih. Ka dipangakan lai.
Sumber:
0 Response to "Minang Saisuak #103 - Tari piring di Sungai Pua"
Post a Comment