Sulit bagi negeri ini menemukan polisi teladan yang jujur dan
berintegritas tinggi. Kalau harus menyebut satu nama polisi yang bekerja
tanpa pamrih, tanpa pernah tergoda materi adalah Brigjen Polisi
Kaharoeddin Dt Rangkayo Basa.
Kaharoeddin merupakan perwira polisi pertama di republik ini yang diangkat menjadi gubernur, sekaligus juga putra Minangkabau pertama yang meraih pangkat jenderal polisi. Kelahiran provinsi Sumatera Barat dimulai dengan dilantiknya Komisaris Besar Polisi Kaharoeddin Dt Rangkayo Basa, Kepala Polisi RI Komisariat Sumatera Tengah sebagai Penjabat Gubernur/Koordinator Pemerintah Sipil Sumatera Barat berdasarkan keputusan Presiden Soekarno.
Dalam buku "Brigjen Polisi Kaharoeddin Dt. Rangkayo Basa, Gubernur di Tengah Pergolakan” oleh Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi, dijelaskan sosok Pak Kahar sebagai pribadi yang jujur, berdisiplin, dan memegang teguh setiap amanah yang diberikan kepadanya. Beberapa nukilan dari buku itu diceritakan cucu pertamanya Aswil Nasir dalam tulisan di blognya. Aswil menjelaskan, keteladanan yang langka menjadi motivasi utamanya bercerita tentang Pak Kahar dalam blognya. "Saya angkat beliau karena memang beliau figur yang kurang populer. Tetapi sesungguhnya beliau memberi keteladanan kepada bangsa ini," kata Aswil kepada merdeka.com, Kamis (2/8).
Menurut Aswil, Pak Kahar gigih menolak menggunakan milik serta uang negara untuk kepentingan diri atau keluarga sendiri. Masyarakat sekarang mungkin akan terheran-heran jika diceritakan bahwa Pak Kahar pernah menolak untuk memberikan katabelece kepada seorang putranya yang hendak memasuki Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Jakarta.
Pak Kahar melarang putranya yang lain untuk diangkat sebagai penasihat hukum seorang kontraktor pemerintah daerah, karena khawatir hal itu akan disalahgunakan oleh pengusaha tersebut. Kaharoeddin juga melarang mengundang pengusaha-pengusaha tertentu datang ke perkawinan keluarganya karena khawatir mereka akan memberikan hadiah-hadiah besar sebagai alasan untuk memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah daerah.
Mungkin karena alasan-alasan di atas, konon ketika menjabat Kapolri, Awaloeddin Djamin merekomendasikan buku biografi tentang Kaharoeddin sebagai salah satu bacaan wajib bagi perwira polisi.
"Beliau tidak mau keluarga menggunakan fasilitas negara. Anak-anaknya tak boleh naik mobil dinas. Beliau baru izinkan naik mobil dinas kepada cucunya. Kebetulan waktu itu saya dan cucu beliau yang kedua diajak lihat pacuan kuda di Batusangkar," cerita Aswil.
Menurut Aswil, figur Kaharoeddin layak ditempatkan sebagai salah seorang tokoh ideal tentang pemimpin, terutama pada era esekarang, dimana nilai-nilai moral kepemimpinan telah merosot sedemikian jauhnya. Dengan teladan seperti itu, entah bagaimana perasaan Pak Kahar, jika melihat kini melihat banyak polisi tersangkut kasus korupsi. Termasuk para jenderal yang terkena kasus Simulator SIM.
Kaharoeddin merupakan perwira polisi pertama di republik ini yang diangkat menjadi gubernur, sekaligus juga putra Minangkabau pertama yang meraih pangkat jenderal polisi. Kelahiran provinsi Sumatera Barat dimulai dengan dilantiknya Komisaris Besar Polisi Kaharoeddin Dt Rangkayo Basa, Kepala Polisi RI Komisariat Sumatera Tengah sebagai Penjabat Gubernur/Koordinator Pemerintah Sipil Sumatera Barat berdasarkan keputusan Presiden Soekarno.
Dalam buku "Brigjen Polisi Kaharoeddin Dt. Rangkayo Basa, Gubernur di Tengah Pergolakan” oleh Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi, dijelaskan sosok Pak Kahar sebagai pribadi yang jujur, berdisiplin, dan memegang teguh setiap amanah yang diberikan kepadanya. Beberapa nukilan dari buku itu diceritakan cucu pertamanya Aswil Nasir dalam tulisan di blognya. Aswil menjelaskan, keteladanan yang langka menjadi motivasi utamanya bercerita tentang Pak Kahar dalam blognya. "Saya angkat beliau karena memang beliau figur yang kurang populer. Tetapi sesungguhnya beliau memberi keteladanan kepada bangsa ini," kata Aswil kepada merdeka.com, Kamis (2/8).
Menurut Aswil, Pak Kahar gigih menolak menggunakan milik serta uang negara untuk kepentingan diri atau keluarga sendiri. Masyarakat sekarang mungkin akan terheran-heran jika diceritakan bahwa Pak Kahar pernah menolak untuk memberikan katabelece kepada seorang putranya yang hendak memasuki Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Jakarta.
Pak Kahar melarang putranya yang lain untuk diangkat sebagai penasihat hukum seorang kontraktor pemerintah daerah, karena khawatir hal itu akan disalahgunakan oleh pengusaha tersebut. Kaharoeddin juga melarang mengundang pengusaha-pengusaha tertentu datang ke perkawinan keluarganya karena khawatir mereka akan memberikan hadiah-hadiah besar sebagai alasan untuk memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah daerah.
Mungkin karena alasan-alasan di atas, konon ketika menjabat Kapolri, Awaloeddin Djamin merekomendasikan buku biografi tentang Kaharoeddin sebagai salah satu bacaan wajib bagi perwira polisi.
"Beliau tidak mau keluarga menggunakan fasilitas negara. Anak-anaknya tak boleh naik mobil dinas. Beliau baru izinkan naik mobil dinas kepada cucunya. Kebetulan waktu itu saya dan cucu beliau yang kedua diajak lihat pacuan kuda di Batusangkar," cerita Aswil.
Menurut Aswil, figur Kaharoeddin layak ditempatkan sebagai salah seorang tokoh ideal tentang pemimpin, terutama pada era esekarang, dimana nilai-nilai moral kepemimpinan telah merosot sedemikian jauhnya. Dengan teladan seperti itu, entah bagaimana perasaan Pak Kahar, jika melihat kini melihat banyak polisi tersangkut kasus korupsi. Termasuk para jenderal yang terkena kasus Simulator SIM.
sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/pak-kahar-jenderal-polisi-anti-makan-uang-negara.html
0 Response to "Pak Kahar, Jenderal Polisi Anti-makan Uang Negara"
Post a Comment