Jika bicara tentang zaman saisuak Minangkabau, siapa yang tidak tahu dengan istilah regen (dari kata Belanda regent) yang artinya wali/wakil raja atau bupati. Dalam konteks zaman kolonial jabatan regen
diperuntukkan bagi bangsawan pribumi. Jabatan ini merupakan bagian dari
taktik politik kolonial Belanda untuk menancapkan kuku kekuasaan dalam
masyarakat pribumi, termasuk di Minangkabau.
Rubrik Minang Saisuak kali ini
menurunkan foto regen terakhir Distrik Muko-Muko, M[arah] (ada yang
menyebut Muhammad) Rusli Sultan Abdullah (1891-1911). Foto ini diunduh
dari postingan Syafroni Malin Marajo, salah seorang pengamat sejarah
Kesultanan Inderapura, di laman fb group Kerajaan-Kerajaan di Minangkabau, yang merujuk pula ke laman fb Arik Sastrada.
Berdasarkan penjelasan dari
keturunan M. Rusli, Syafroni mengatakan bahwa ayah Regen ini bernama
Marah Kadilin gelar Sultan Takdirullah, anak kandung dari Tuanku Abdul
Muthalib, Sultan Muko-Muko. Ibunya bernama Puti Pundut (mungkin
pemelayutinggian kata Minang punduik dalam aksara Jawi). Tapi
menurut Youdhi Prayogo, Sultan Inderapura yang baru ditabalkan tgl. 1
Desember 2012 di Padang, sebagaimana dikutip Syafroni, namanya adalah
Upiak Pondok.
Syafroni mencatat, M. Rusli Sultan
Abdullah adalah suksesor dari regen sebelumnya, Marah Baki Sultan Firman
Syah (1858-1891), yang menurut Puti Agustina, ahli waris M. Rusli
sendiri, masih satu ninik moyang dengannya. Sebelum itu Belanda sudah
mengangkat tiga regen untuk Inderapura dan sekitarnya. Blog http://mozaikminang.wordpress.com/ 2009/10/17/asal-usul-dan-perkembangan-masyarakat-inderapura/ yang
dirujuk Armahedi Mahzar yang menanggapi postingan Syafroni menyebutkan
bahwa M. Rusli baru berusia 24 tahun saat dilantik menggantikan Marah
Baki yang meninggal pada usia 58 tahun pada 1891. Resminya ia dilantik
menjadi Sultan Inderapura sekaligus Regen Muko-Muko pada 22 Juni 1891.
Ini adalah konsekuensi sekaligus taktik politik Belanda yang berdasarkan
SK Gubernur Jenderal tgl. 20 Desember 1825 membagi Sumatras Westkust
menjadi dua afdeling yang terdiri dari beberapa distrik, dimana
Muko-Muko yang secara historis masuk wilayah kekuasaan Kesultanan
Inderapura perpindah status administratifnya menjadi bagian dari Distrik
Bengkulu (lihat juga Gusti Asnan, Pemerintahan Sumatera Barat dari VOC hingga Reformasi. Yogyakarta: Citra Pustaka, 2006). Itulah kehebatan dan kelicikan Belanda dalam mengkoloni Nusantara di masa lampau.
Belanda memilih M. Rusli karena ia pernah bekerja sebagai jaksa kepala dalam jajaran Binnenland Bestuur Hindia Belanda di Betawi, menutup peluang beberapa kandidat yang lebih senior darinya. Lulusan Kweekschool
(Sekolah Raja) Fort de Kock itu jelas lebih cocok menduduki jabatan itu
ketimbang para marah lainnya yang tidak pernah mengenyam pendidikan
sekuler (sistem pendidikan gaya Eropa/Belanda).
M. Rusli diberhentikan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda sebagai Regen Muko-Muko dengan Surat Keputusan No. 29 tanggal 11
Februari 1911. Bersamaan dengan itu era keregenan
berakhir pula di Minangkabau. Namun yang belum tuntas dikaji adalah
sejarah peregenan di Minangkabau, dengan segala aspek sosial, budaya,
ekonomi, dan politiknya.
sumber:
Suryadi -
Leiden, Belanda. (Sumber foto: Arik Sastrada/cucu Puti Agustina dan
famili Mardion-Puti Rahmawati, ahli waris matrilineal M. Rusli,
Padang/Inderapura).
0 Response to "Minang Saisuak #112 - Regen Muko-Muko/Sultan Inderapura, M. Rusli Sultan Abdullah (1891-1911)"
Post a Comment