Foto klasik ini muncul pertama kali di laman facebook
Fikrul Hanif Sufyan, dosen sejarah Universitas Andalas. Foto ini
merekam pemandangan di terminal oto (bus) di Bukittinggi zaman sebelum bagolak, sekitar 1950-an. Menurut
saah seorang penanggap, Buya Mas’oed Abidin, terminal ini terletak di
Pasa Bawah Bukittinggi. Dalam sumber aslinya (lihat di bawah) tertulis:
‘Stasion bus djurusan Pajakumbuh, Pakan Baru dari Bukittinggi’.
Fikrul yang mengutip buku Republik Indonesia: Propinsi Sumatera-Tengah mengatakan bahwa i ke beberapa kota dan Provinsi pada
1950-an terdapat 70 buah perusahaan oto bis yang beroperasi di Provinsi
Sumatera Tengah, 70% di antaranya dimiliki oleh pengusaha bumiputera,
sisanya dimiliki oleh pihak asing. Bis-bis tersebut setiap hari melayani
32 trayek dalam dan antar provinsi.
Menurut catatan itu pula, di daerah Sumatera
Barat saja ada 25 perusahaan oto bis yang beroperasi. Pada masa itu
sekurangnya 366 buah oto bis meramaikan jalan-jalan Sumatera Barat
setiap hari. Paling kurang setiap setengah jam Padang dan Bukittinggi
dihubungkan oleh 7 - 8 perusahaan yang menyediakan tidak kurang dari 75
buah oto bis. Sedangkan trayek Bukittinggi-Payakumbuh dilayani 4 - 5
perusahaan oto bis. Disebutkan pula bahwa akhir 1952, dari 32 trayek di
atas, frekuensi yang dicapai sebesar 55,5% - 87,5% . Hubungan
transportasi relatif baik di musim kemarau, tapi sering menjadi
terhambat di musim hujan, karena banyak ruas jalan yang belum diaspal.
Berikut nama-nama perusahaan oto bis dan
trayeknya: Bukittinggi - Pdg. Panjang: P.O. Gab. A.P.D., N.V. N.P.M.,
Gab. Padri; Bukittinggi - Padang: P.O. Gab. A.P.D., N.V. N.P.M., N.V.
Himsar, TA. ME. Agam, N.V. Atom, Flora, Plastic; Buktittinggi -
Payakumbuh: P.O. Gab. Sago, N.V. Himsar, P.O. Gon, Gab. A.P.D.;
Bukittinggi - Pekanbaru: P.O. Gab. Sago, N.V. Himsar, P.O. Gon, P.O.
Gab. A.P.D.; Bukittinggi - Medan: N.V. Himsar, P.O. Gab. AP.D., T.A. ME.
Agam, A.D.L.M., Kingkong, Sibual-buali, Martimbang dan C.U. Kita.
Selain itu ada 28 trayek lainnya yang menghubungkan kota-kota di
Sumatera Barat.
Di zaman itu orang sangat bangga naik oto bis. Itulah era di mana ‘sounds of power’ - meminjam istilah Freek Colombijn dalam artikelnya ‘Toooot! Vrooom!: The Urban Soundscape in Indonesia’, Sojourn 22, 2007: 254-273 - makin menunjukkan kekuatannya dalam membentuk soundscape
kota-kota provinsi di Indonesia. Suara oto bis yang lewat pada waktu
seperti magis yang dapat menarik anak-anak berlari ke tepi jalan raya.
Kini perhatian anak-anak Indonesia disandera oleh televisi dan
bermacam-macam permainan game elektronik
sumber:Suryadi - Leiden, Belanda. (Sumber: Repblik Indonesia: Propinsi Sumatera-Tengah, Djakarta: Kementerian Penerangan, [1953]: [765]) | Singgalang, Minggu, 17 Februari 2013
0 Response to "Minang Saisuak #116 - Terminal Bus di Bukittinggi (1950-an)"
Post a Comment