Minang Saisuak #135 - Raja Burhanuddin, UrangAwak Penguasa Tanah Abang

Ada anekdot orang bujang perantau Minang di Jakarta yang dulu sering kita dengar. Kalau mereka pulang ke kampung hendak kawin, maka mereka maloge gadis sekampung yang diincarnya dengan mengatakan: Lai namuah adiak kawin jo Abang? Tanah Abang laweh di Jakarta”. (Apakah adik mau kawin dengan Abang? Tanah Abang luas di Jakarta).

Anekdot tersebut jelas terkait dengan banyaknya komunitas perantau Minang yang menggalas di Pasar Tanah Abang Jakarta, meskipun sekarang konon makin banyak datang saingan dari suku-suku (etnis) lainnya. Rupanya keberadaan urang awak di Tanah Abang Jakarta memang bukan baru kemaren. Setidaknya hal itu dapat dikesan dari suatu kisah sejarah: kehidupan dan karier Raja Burhanuddin, tokoh yang kita sorot dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini.

“Radja Boerhanoedin, Commandant van het District Tanah Abang (Batavia). Ridder van de Militaire Willemsorde” (Raja Burhanudin, Komandan Distrik Tanah Abang (Betawi), Ridder Bintang-Tanjung), demikian judul foto klasik ini yang kami reproduksi dari jurnal Bintang Hindia yang terbit di Amsterdam (1902-1907).

Raja Burhanuddin adalah seorang pribumi yang memiliki karier cemerlang di zamannya. Beliau lahir di Padang, tapi tidak ada keterangan tahun kelahirannya. Waktu remaja dia sudah merantau ke Aceh yang pada masa itu sedang dalam kemelut perang melawan Kompeni. Bunyi bedil bak orang merendang kacang. Waktu di Aceh itulah karier Raja Burhanudin mulai terbina. Lambat laun ia mendapat kepercayaan dari Pemerintah Kolonial Belanda: ia sering diminta menjadi juru damai dalam konflik-konflik antara sesama penguasa lokal dan juga dengan Belanda ‘di Pertja Timoer’. Oleh sebab itulah kemudian Batavia menganugerahinya bintang penghargaan Ridder van de Militaire Willemsorde seperti tampak tersemat di dadanya dalam foto ini.

Karier Raja Burhanudin berlanjut ke pusat kekuasaan kolonial Belanda: ia diangkat menjadi Kepala/Komandan Distrik Tanah Abang, salah satu bagian kota Batavia yang sudah memengang peran ekonomi yang penting di Ibukota Hindia Belanda itu sejak akhir abad ke-19.

Raja Burhanudin mempunya seorang putra yang bernama Raja Sabarudin yang pernah bekerja di Kantor Kontroleur di Labuhan Deli dan kemudian menjadi Manteri Politie di Tanjung Pura. Dan seorang anak perempuannya menjadi permaisuri Sultan Serdang. 

Jarang pada awal abad ke-20 orang pribumi mendapat pujian dari orang Belanda, ‘kerena nama Bangsa-Hindia itoe telah lama ditindis lompoer’, demikian kata penulis laporan mengenai Raja Burhanudin dalam Bintang Hindia yang kami kutip di sini, yang katanya pernah bekerja ‘mendjadi dokter di Pertja Timoer’. (Pembaca pasti bisa menebak-nebak siapa gerangan dia). Raja Burhanudin adalah salah satu pengecualian. Di masa hidupnya, beliau sangat dihormati oleh penguasa kolonial.

Si penulis mengatakan bahwa Raja Burhanudin belum lama wafat. Dengan demikian berarti beliau meninggal sekitar 1903 atau tahun sebelumnya. Demikianlah kisah hidup seorang perantau Minang di awal abad ke-20 yang berhasil menaklukkan rantau nan sakti dan bertuah.


sumber:Suryadi - Leiden, Belanda (Sumber foto: Bintang Hindia, No. 15. Tahoen jang pertama, 25, Juli 1903: 159) | Singgalang, Minggu, 28 Juli 2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Minang Saisuak #135 - Raja Burhanuddin, UrangAwak Penguasa Tanah Abang"

Post a Comment