Padang adalah kota pantai Sumatra yang sudah
memiliki sejarah panjang. E. Netscher dalam artikelnya ‘Padang in het
laast de XVIIIe eeuw’ (Padang di akhir abad ke-18), VBG
41,2 (1881): i-122, menggambarkan dengan rinci awal perkembangan kota
Padang sampai akhir abad ke-19. Dalam artikel itu dia menggambarkan
bagaimana Padang mengalami fluktuasi sepanjang 3 abad, termasuk cerita
lengkap tentang penjarahan kota ini yang dilakukan oleh perompak
Perancis, Le Meme, bulan Desember 1793.
Foto klasik yang kami turunkan dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini merekam kawasan Muara Padang. “Gezicht over Padang en de Apenberg”
(Wajah kota Padang dan Gunung Monyet), demikian judul foto ini. Sangat
mungkin bahwa foto ini dibuat pada 1930-an sebab di bagian agak ke
depan, di kanan, terlihat foto gedung de Javasche Bank yang baru yang
selesai dibangun tahun 1925.
Dalam foto ini terekam dengan baik
bangunan-bangunan penting milik Pemerintah Kolonial Belanda, bank (De
Javasche Bank), dan kantor-kantor handel maatschappij
(perusahaan perdagangan) yang berlokasi di kawasan Padang lama ini, yang
sekarang lebih sering disebut sebagai kawasan Muara. Sebagian dari
gedung-gedung bersejarah itu masih ada sampai sekarang, tapi keadaannya
sangat tidak terawat.
Lihatlah betapa asri dan teraturnya
kawasan ini pada masa itu. Terlihat ‘berkakuan kapal-kapal di
pelabuhan’ - meminjam kata-kata Chairil Anwar. Mungkin salah satu biduk
itulah yang ditumpangi oleh Sitti Nurbaya dan Samsulbahri ketika mereka
berdua berpelisiran ke Gunung Padang sambil mengajuk hati di tahun
1920-an. Biduk-biduk dan kapal-kapal kecil itu mendermaga dengan tenang
sebelum melakukan aktifitas rutin mereka menangkap ikan berdaging manis
yang hidup di Lautan Hindia atau membawa barang-barang dangangan ke
kota-kota di pesisir Pulau Sumatra. Arus Batang Arau kelihatan tenang
dan menyejukkan. Terlihat sungai ini terawat baik. Kedua pinggirnya
tertata rapi. Dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ edisi 24 November 2010 sudah
kami turunkan foto pengerukan rutin Batang Arau yang memperlihatkan
bagaimana Pemerintah Kolonial Belanda dulu menjaga DAS sungai yang
menjadi trade mark kota Padang ini.
Kawasan Padang lama ini jelas merupakan aset
sejarah kota Padang. Di sanalah orang modern kini dapat menyilau masa
lampau kota Padang. Juga untuk warga Padang sendiri, tentunya kawasan
bersejarah ini sangat penting. Tapi bangsa yang mengalami trauma
kolonialisme akut ini cenderung melupakan masa lalu mereka. Kawasan
bersejarah kota Padang ini kini tak begitu terawat. Ia ditelantarkan
seperti veteran perantau yang tak sukses menaklukkan rantau nan bertuah,
tinggal di pondok buruk di tepi kampung atau menghuni surau tua. Iba
hati kita melihatnya.
0 Response to "Minang Saisuak #134 - Muara Padang dan Apenberg (c. 1930)"
Post a Comment