Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung termasuk wilayah Afdeling Solok dengan ibu kotanya Sawahlunto. Afdeling Solok mempunyai beberapa Onder Afdeling, salah satu diantaranya adalah Onder Afdeling
Sijunjung dengan ibu negerinya Sijunjung. Ini berlangsung sampai pada
zaman pemerintahan Jepang. Sesudah Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pada Oktober 1945 dibentuk
Kabupaten Tanah Datar dengan ibu kotanya Sawahlunto yang wilayahnya
meliputi beberapa kewedanan, yaitu Batu Sangkar, Padang Panjang, Solok,
Sawahlunto dan Sijunjung.
Dalam
rangka melanjutkan perjuangan kemerdekaan, Gubernur Militer Sumatra
Barat, berdasarkan surat keputusan Nomor : SK/9/GN/IST tanggal 18
Februari 1949 membentuk kabupaten baru, yakni Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung, dengan Bupati Militernya Sulaiman Tantuah Bagindo
Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugasnya, Bupati Militer Sulaiman
Tantuah Bagindo Ratu mengadakan rapat di Masjid Koto Gadang Tanjung
Bonai Aur. Dalam rapat ini hadir Rustam Efendi (Camat Koto VII), Amir
Mahmud (Wali Perang Nagari Limo Koto), M. Syarif Datuk Gunung Emas, M.
Zen Datuk Bijo Dirajo, Hasan Basri dan Darwis (staf Kantor Camat Koto
VII), Marah Tayab, Maju Arif, M. Saman, Ahmadi, Malin Dubalang (Wali
Perang Nagari Tanjung Bonai Aur), Saidin Datuk Perpatih Suanggi,
Jamiruddin Mantari Sutan, Jasam Gelar Pandito Sampono dan Datuk Putih.
Rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan, antara lain menunjuk
pembantu/staf penasehat Bupati Militer Sawahlunto/Sijunjung: M. Syarif
Datuk Gunung Emas, M. Zen Datuk Bijo Dirajo dari Tanjung Ampalu, H.
Syafei Idris dari Padang Laweh dan Marah Tayab dari Sumpur Kudus. Staf
administrasi terdiri dari Hasan Basri dan Darwis dari Kantor Camat Koto
VI. Staf perbekalan/logistik, Malin Dubalang (Walinagari Perang Tanjung
Bonai Aur), Saidin Datuk Perpatih Suanggi, Jasam Gelar Pandito Sampono,
Jamiruddin Sutan dan Datuk Patih. Keputusan lain, akan diadakan lagi
rapat dengan tokoh masyarakat dari para komandan front Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung pada tanggal 28 Februari 1949. Tempat rapat akan
ditentukan kemudian oleh komandan sektor dan komandan front. Dalam
rangka persiapan rapat dimaksud, diberikan tanggungjawab kepada Salim
Halimi untuk menghubungi dan mencari Ahmad Jarjis Bebas Thani, Makmun
Datuk Rangkayo Mulie (Jaksa) dan tokoh lainnya.
Pada
tanggal 28 Februari 1949 dilaksanakan rapat yang lebih lengkap, dihadiri
tokoh masyarakat dan komandan front Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Di
sini, Tantuah Bagindo Ratu, sesuai SK Gubernur Militer Sumatra Barat
Nomor: 49/G.M.Ist-1949 tanggal 18 Februari 1949, diresmikan menjadi
Bupati Militer Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Pada tanggal 17 Mei
1949, pemerintah darurat Republik Indonesia mengadakan rapat di Sumpur
Kudus yang dilanjutkan lagi dengan rapat khusus mengenai Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung. Dalam rapat khusus ini hadir tokoh-tokoh, antara
lain Mr. Muhammad Rasyid (Gubernur Militer Sumatra Barat), Juwir
Muhammad dan H. Ilyas Yakub (staf penasehat gubernur), Bupati Militer
Sawahlunto/Sijunjung Tantuah Bagindo Ratu bersama staf, H. Rusli Abdul
Wahid (Wedana Sijunjung), Nurdin Datuk Majo Sati (Wedana Sawahlunto),
Rustam Efendi (Wedana Tanjung Ampalu) dan lain-lain. Rapat tersebut
melahirkan keputusan, antara lain, Bupati Militer Sulaiman Tantuah Datuk
Bagindo Ratu dipindahkan ke pemerintahan pusat. Ahmad Jarjis Bebas
Thani, Sekretaris Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, ditunjuk melaksanakan
tugas Bupati Militer Sawahlunto/Sijunjung, sebagai Plt. Keputusan lain
penggantian beberapa wedana dan camat.
Mengingat
perkembangan situasi saat itu, ibu kota Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung
selalu berpindah-pindah, antara lain di Tanjung Bonai Aur, Tamparungo,
Durian Gadang, Sungai Betung, Sibakur, Langki, Buluh Kasok, Lubuk Tarok,
sampai pada ceas fire berkedudukan di Palangki. Setelah penyerahan
kedaulatan oleh Belanda kepada pemerintahan Indonesia pada tanggal 27
Desember 1949, ibu kota Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung ditetapkan
menjadi daerah otonomi Sawahlunto/Sijunjung dalam lingkungan Provinsi
Sumatra Tengah. Melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956, dibentuk kota
kecil Padang Panjang, Payakumbuh dan Sawahlunto. Kota kecil Sawahlunto
beribu kota di Sawahlunto, Kepala daerahnya dirangkap oleh Kepala daerah
tingkat II Sawahlunto/Sijunjung. Tahun 1960 ibukota Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung dipindahkan dari Sawahlunto ke Sijunjung. Pada
tahun 1966 dipindahkan lagi ke Muaro Sijunjung, sesuai persetujuan DPR
GR Nomor 10 tahun 1970 tanggal 30 Mei 1970 yang kemudian disahkan oleh
Menteri Dalam Negeri melalui surat keputusannya Nomor 59 tahun 1973.
Selanjutnya
melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, tanggal 25
November 1982 telah disepakati tanggal 18 Februari ditetapkan sebagai
hari jadi Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang dituangkan dalam surat
keputusan DPRD Nomor 13/KPTS/DPRD-SS/1982 tentang hari jadi Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1984/1985
Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang semula terdiri dari sembilan
kecamatan, dimekarkan menjadi 13 kecamatan. Kecamatan induk terdiri
dari, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumpur Kudus, Koto VII, IV Nagari,
Sijunjung, Tanjung Gadang, Pulau Punjung dan Kecamatan Koto Baru.
Kecamatan Perwakilian, Sijunjung di Lubuk Tarok, Tanjung Gadang di
Kamang, Pulau Punjung di Sitiung dan Kecamatan Perwakilan Koto Baru di
Sungai Rumbai. Pada tahun 1985, guna mempelancar tugas bupati, dibentuk
pembantu bupati Sawahlunto/Sijunjung wilayah Selatan yang berkedudukan
di Sungai Dareh. Kemudian pada tahun 2000 kelembagaan kantor pembantu
bupati ini dihapuskan, sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun
1999 tentang pemerintahan daerah.
Setelah
keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1990
tanggal 1 September 1990 tentang perubahan batas dan luas Kotamadya
Sawahlunto, Kabupaten Solok dan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, seluruh
Kecamatan Talawi dan sebagian Kecamatan Sawahlunto dimasukan ke
Kotamadya Sawahlunto. Sedangkan sisanya dibentuk menjadi satu kecamatan
baru, yaitu Kecamatan Kupitan. Perkembangan kemudian, berdasarkan
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1995, Kecamatan
Perwakilan Pulau Punjung di Sitiung dan Kecamatan Perwakilan Koto Baru
di Sungai Rumbai, pada tanggal 22 Nopember 1995 diubah statusnya menjadi
kecamatan defenitif, yaitu Kecamatan Sitiung dan Kecamatan Sungai
Rumbai. Selanjutnya, berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia
Nomor 50 tahun 1999, Kecamatan Perwakilan Tanjung Gadang di Kamang,
pada tanggal 29 Juli 1999 diubah statusnya menjadi kecamatan defenitif
dengan nama Kecamatan Kamang Baru. Terakhir melalui peraturan daerah
Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 8 tahun 2000, Kecamatan Perwakilan
Sijunjung di Lubuk Tarok diubah statusnya menjadi kecamatan defenitif
dengan nama Kecamatan Lubuak Tarok. Diresmikan pada tanggal 28 Agustus
2000 oleh Bupati Sawahlunto/Sijunjung.
Sesuai
dengan identitas dan corak budaya serta keragaman masyarakat Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung, telah disepakati motto daerah ‘di mana bumi
dipijak di situ langit dijunjung’ yang tertuang dalam SK dewan
No.14/DPRD-SS/1987 tanggal 5 November 1987. SK tersebut disahkan oleh
Menteri Dalam Negeri tanggal 23 November 1988 No.SK.050.23.815. Untuk
mencerminkan identitas Muaro Sijunjung sebagai ibu kota Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung, DPRD dengan surat keputusannya tanggal 21 April
1990 No.03/SK/DPRD-SS-1990, menetapkan ungkapan ciri khas Muaro
Sijunjung Kota ‘Pertemuan’ yang diartikan dalam akronim ‘Per’ permai,
‘Te’ tertib, ‘Mu’ musyawarah, ‘A’ aman dan ‘N’ nostalgia. Dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 38/2003, sesuai tuntutan zaman dan
masyarakat, di penghujung tahun 2003, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung
dimekarkan dengan pembentukan Kabupaten Dharmasraya yang di dalamnya
terhimpun Kecamatan Pulau Punjung, Situng, Koto Baru dan Kecamatan
Sungai Rumbai. Sehingga dari 12 kecamatan yang dimiliki Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung sebelum pemekaran, kini tinggal delapan, yaitu
Kecamatan Kupitan, Koto VII, Sumpur Kudus, Sijunjung, IV Nagari, Lubuak
Tarok, Tanjung Gadang dan Kecamatan Kamang Baru.
Dalam
jumlah kecamatan yang semakin sedikit, luas wilayah yang semakin kecil
dan jumlah penduduk yang berkurang, peringatan hari jadi ke-59 tahun
2008, adalah peringatan yang sangat bersejarah bagi masyarakat daerah
ini, karena pada rapat istimewa DPRD yang merupakan puncak peringatan,
Menteri Dalam Negeri RI, Mardianto meresmikan perubahan nama Kabupaten
Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung, sehingga sampai
peringatan hari jadi ke-63, 18 Februari 2012, kabupaten ini sudah empat
tahun bernama Sijunjung.
Bupati yang telah memimpin Sawahlunto/Sijunjung sejak lahir hingga
sekarang, adalah Sulaiman Tantua Bagindo Ratu (Februari-Mei 1949), Ahmad
Jarjis Bebas Thani (Mei 1949-Maret 1950), Aminuddin Sutan Syarif
(1950-1952), Basrah Lubis (1952-1954), Bagindo Darwis (1994-1958),
Kapten Mansur Sami (1954-1958), A. Rivai (1959), R. Sadi Purwopronoto
(1959), R. Prayitno (1959), Daranin Sutan Rajo Adin (1960), Mawardi
Sutan Mangkuto (1961-1962), Mayor Sudarsin (1962-1964), Kol. Inf.
Djamaris Yoenoes (1966-1980), Kol. Inf. Noer Bahri Pamuncak (1980-1990),
Kol. Inf. Zalnofri (1990-1995), Kol. Inf. Syahrul Anwar (1995-2000),
Kol. Mar. (Purn) Darius Apan (2000-2010) dan Yuswir Arifin
(2010-sekarang).
sumber: www.www.sijunjung.go.id
0 Response to "Sejarah Kabupaten Sijunjung"
Post a Comment