Rubrik Minang saisuak kali ini
menurunkan biografi singkat seorang putra Minangkabau asal Pariaman yang
pertama pergi bersekolah ke Negeri Belanda dan menjadi anggota aktif
Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) yang menjadi cikal bakal nasionalisme Indonesia. Beliau adalah: Haji Bagindo Dahlan Abdullah.
Dahlan Abdullah - namanya biasa ditulis ‘Baginda Dahlan Abdoellah’ dalam dokumen-dokumen kolonial lahir - di Pasia Pariaman pada 15 Juni 1895 dari pasangan H. Abdullah, seorang kadi di Pariaman, dan istrinya yang biasa dipanggil ‘Uniang’. Di masa mudanya beliau bersekolah di Inlandsche School di Pariaman, kemudian melanjutkan pendidikannya di Kweekschool Fort de Kock (Bukittinggi) dan tamat pada tahun 1913.
Setamat dari Kweekschool
Fort de Kock, atas sokongan keluarga dan karena kepandaiannya, Dahlan
dikirim belajar ke Negeri Belanda bersama dua sepupunya, Zainuddin Rasad
and Jamaluddin Rasad. Pada tahun 1915 Dahlan berhasil meraih diploma Europese Hoofdacte. Pada tahun 1916 ia masuk Fakultas Indologi Universiteit Leiden, kemudian berhasil menggondol diploma dalam Bahasa Melayu dan Antropologi (Volkenkunde).
Di Belanda Dahlan Abdullah aktif dalam dunia akademik dan politik untuk memperjuangan kemerdekaan Indonesia. Dahlan dekat dengan Hatta, menemaninya berkeliling Eropa dan memperkenalkannya dengan tokoh-tokoh nasionalis Indonesia di Eropa. Dalam memoir-nya (lih: edisi 1979:106-108) terlihat betapa Hatta dan Dahlan Abdullah sangat akrab. Hatta sering mampir dan menginap di kamar kos Dahlan di Leiden. Kiprah politik Dahlan selama berada di Belanda dapat dibaca dalam buku Harry A. Poeze Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950. Jakarta: KPG dan KITLV-Jakarta, 2008.
Tahun 1919, Dahlan diangkat menjadi Asisten Dosen Bahasa Melayu di Universitas Leiden di bawah bimbingan Prof. Van Ronkel. Pada 1922, ketika Dahlan hendak kembali ke Indonesia, jabatan itu diambil alih oleh putra Pariaman juga, St. Muhammad Zain, ayah dari Mantan Gubernur Sumatra Barat Harun Zain.
Sepulangya dari Negeri Belanda, Dahlan tetap aktif di bidang akademik da politik. Ia tercatat pernah mengajar di Hollandse Chinese School (HCS) dan Sekolah Muhammadiyah di Jakarta. Dahlan
mempunyai hubungan dekat dengan pendiri Organisasi Al-Irsyad, Syaikh
Surkati. Karena keprihatinannya melihat masih rendahnya tingkat
pendidikan kaum sebangsanya, Dahlan kemudian turut mendirikan
Universitas Islam Indonesia di Jogyakarta pada tahun 1946.
Perjuangan Dahlan untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia terus dijalankannya melalui Partai Indonesia Raya
(Parindra) bersama Moh. Husni Thamrin, dll. Dahlan terpilih menjadi anggota Gemeenteraad Batavia (1934-1942) mewakili Parindra. Tahun 1939 ia juga terpilih sebagai anggota Wethouder Stadgemeente Batavia di bawah walikota A. Voorneman. Di awal pendudukan Jepang Dahlan diangkat menjadi Tokubetsu Sicho (Walikota Kota Istimewa Jakarta). Di awal kemerdekaan dia terpilih menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Waktu Belanda melakukan aksi polisionil, Dahlan dipenjarakan karena tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Ia ditahan pada bulan Agustus 1946 dan baru dibebaskan dari Penjara Gang Tengah sekitar Januari 1947, dan kemudian mengunjungi sahabatnya M. Hatta di tempat pengasingannya di Pulau Bangka.
Pada tahun 1950, Dahlan diangkat
oleh Presiden Sukarno menjadi Duta Besar Republik Indonesia Serikat
untuk Kerajaan Irak, Syria, dan Trans-Jordania yang berkedudukan di
Bagdad, Irak. Beliau berangkat menuju Irak tgl. 27 Maret 1950. Dahlan
hanya sempat menjalankan tugasnya selama 3 bulan. Beliau wafat pada
tanggal 12 Mei 1950 di Bagdad karena serangan jantung. Jenazah almarhum
dimakamkan dengan upacara kebesaran di Mesjid Syeikh Abdul Qadir Jailani
di Bagdad.
Bagindo Dahlan
Abddullah, yang naik haji tahun tahun 1920 dari Belanda, menikah dua
kali: pertama, dengan Nafisah, putri dari Bagindo Jalaluddin Thaib, Imam
Mesjid Raya Pariaman di Kampung Perak. Mereka beroleh seorang anak
bernama Arsad (Ajo Tanjuang, meninggal tahun 1992); setelah Nafisah
meninggal ketika Arsad baru berusia 2 tahun, Dahlan menikah dengan Siti
Akmar, seorang guru dari Meisjes Normaal School (Sekolah Guru
Wanita) di Padang Panjang, asal Sungai Limau, pada tahun 1930. Mereka
beroleh tujuh anak: Bagindo Drs. Jamaluddin Abdullah (Jakarta); alm. Hj.
Dra. Sidhawati Abdullah; Gandasari A. Win, Ph.D. (AS);
alm. Hj. Surniati Salim; alm. H. Bagindo Taufik Anwar Abdullah; H.
Bagindo Abdul Malik Abdullah, MA (AS); alm. Dra. Fatmah Zahra Asmar
(Malaysia).
Demikianlah kisah hidup H. Bagindo
Dahlan Abdullah. Kakek M. Iqbal (anggota DPR Pusat dari PPP Dapil Sumbar
II) ini adalah salah seorang putra terbaik Pariaman yang pernah
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
sumber : Suryadi - Leiden, Belanda. (Sumber foto: H. Bagindo Abdul Malik Abdullah, Geithersburg, Maryland, AS). | Singgalang, Minggu, 29 Desember 2013
0 Response to "Minang Saisuak #147 - Nasionalis asal Pariaman: H Bgd. Dahlan Abdullah"
Post a Comment