Tanah adat di Minangkabau seperti diketahui
mempunyai kedudukan tersendiri. Tanah adat yang dimiliki oleh suatu
kaum, misal kaum a, kaum A ini sebagian kecil dari suatu suku misal lagi
suku caniago (kebetulan awak sukunyo
caniago). Suku adalah kelompok yang mempunyai hubungan darah sangat
dekat menurut garis keturunan keibuan, matrilinial . Susunan organisasi
kekeluargaan ini dipimpin oleh seorang laki laki atau beberapa orang
laki laki yang disebut dengan mamak. yaitu saudara laki laki dari ibu.
Saudara dari laki laki dari nenek disebut angku atau datuk. Kumpulan
dari mamak dan datuk inilah yang disebut ninik mamak. Jangan salah sebut
nenek mamak, tapi ninik mamak. Jadi ninik disini adalah datuk, artinya
laki laki, saudara laki laki dari nenek. Sedangkan nenek adalah
perempuan, sebutannya disana adalah anduang. Demikianlah sedikit
gambaran mengenai sistem keluarga itu.
Siapa Yang Berkuasa atas Tanah ?
Katanya, yang memiliki tanah itu adalah kaum atau keluarga tadi. Yang berkuasa atas tanah adalah mamak yang tertua. Tetapi dalam kenyataan sehari-hari tanah itu dibawah kekuasaan atau kelihatannya seperti dalam kepemilikan ibu, atau nenek dalam keluarga itu. Jadi pihak perempuanlah sebenarnya yang memiliki tanah atau sawah itu. Tidak ada orang menyebut sawah angku datuak Bandaro, misalnya. Yang ada disebut orang adalah sawah ibu reni.
Jadi inilah yang terlihat dalam masyarakat. Yang dianggap masyarakat pemiliknya adalah si ibu atau si nenek tadi, yang menguasainya mamak atau ninik itu. Tetapi dibaliak itu, yang mengasainya keluar kalau ada urusan apa apa terhadap tanah itu misal urusan dengan kantor kantor pemerintahan, maka ninik atau mamak yang terkemuka dalam kaum tadilah yang berhadapan, dialah yang bertugas menghadapi hal itu. Demikian gambaran struktur organisasi pemilikan dan penguasaan atas tanah pusaka tinggi dalam satu keluarga.
Berdasarkan diatas struktur kepemilikan dan penguasaan atas tanah, menurut hukum adat Minangkabau sebagai berikut:
Tanah ulayat nagari
Adalah hutan ataupun tanah yang berada dalam pengelolaan Nagari. Biasanya tanah ulayat nagari dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat umum; seperti untuk Masjid dan sebagainya.
Tanah ulayat suku;
Adalah tanah tanah yang dikelola dan hanya anggota suku inilah yang dapat memperoleh dan menggunakan tanah tersebut.
Tanah pusaka tinggi:
Tanah yang dimiliki oleh kaum, yang merupakan milik bersama dari seluruh anggota kaum dan diperoleh secara turun temurun, yang pengawasannya berada di tangan mamak Kepala Waris Kaum.
Tanah pusaka rendah:
Adalah harta yang diperoleh seseorang atau suatu/sebuah paruik berdasarkan pemberian atau hibah maupun pencariannya, pembelian, "Taruko" dan sebagainya
Paralu juo disampaikan bahwa pada saat kini tanah ulayat Nagari maupun tanah tanah suku di beberapa Nagari sudah tidak ditemui lagi, hal ini disebabkab karena "pudar" dilanda perkembangan penduduk dan perkembangan Sosial Ekonomi
"Kato dahulu, batapeki,
Kato kamudian, kato baurai
Ikrar ba muliakan,
Janji batapeki
Kurang labiah minta maaf.
ditulis oleh : Sajuti Thalib, S.H
0 Response to "Tanah Adat di Minangkabau "
Post a Comment