Karena adat, cinta pun terbenam….
Ternyata di jaman yang sudah jauh dari sejarah Sitti Nurbaya, nuansa perjodohan masih kental juga adanya di Sumatra Barat sana, termasuk di keluarga besar ibuku.
Sebagai orang minang yang menganut system matriakis atau garis keturunan ibu, kita memperbolehkan perkawinan dalam kerabat selama tidak dalam satu garis keturunan ibu. Jadi aku boleh menikah dengan anak pamanku sendiri. Karena anak pamanku dikatakan sudah tidak satu garis keturunan denganku dan masuk dalam keluarga ibunya. Maka anak pamanku pun juga boleh menikah dengan salah satu cucu dari saudara perempuan nenekku.
Dan tahukah, bahwa keluarga minang justru menghendaki pernikahan kerabat semacam itu, hanya dengan alasan “agar kembali ke keluarga sendiri” dan disebut dengan istilah Pulang Ka Bako.
“daripado lapeh ke urang lain, rancaklah balik ka urang awak juo” begitu kira2 ungkapannya (kalo aku nda salah ngecek…hehe) yang maksud artinya, daripada lepas ke keluarga lain lebih baik kembali “masuk” jadi keluarga kita sendiri.
Gambaran lebih gampangnya, anak pamanku yg sudah dikatakan bukan bagian keluargaku (krn sudah lain garis ibunya) lebih baik menikah denganku daripada menikah dengan orang lain. Mungkin berhubungan juga agar harta warisan keluarga tetap “munyer” di keluarga sendiri, woalahhh…
Dan yah, aku masih melihat “semangat” yang kental untuk tradisi ini. Salah satunya yang baru saja terjadi di keluarga besar ibuku, pernikahan antara sepupu berlainan garis ibu.
Abang sepupuku lain garis ibu (biasa kupanggil “da Elvy”) yg kerja di Jakarta ditinggal mati oleh istrinya akibat sakit demam berdarah. Dan selang beberapa waktu kemudian, keluarga ibuku sudah bersemangat “menjodohkan” da Elvy dengan saudara sepupuku (biasa kupanggil “uni Sri”) anak buliknya sendiri, ---ayah da Elvy saudara kandung ibunya uni Sri ---.
Dengan kata lain, uni Sri dijodohkan dengan anak pamannya sendiri. Dan bak gayung bersambut, keduanya tidak menolak perjodohan ini. Padahal sementara itu, uni Sri sudah menjalin hubungan asmara dengan seseorang selama hampir 9 tahun. Bisa dibayangkan kekasih uni Sri mengalami patah hati yang dahsyat……wahhh…, karena adat cintapun terbenam.
Karena ini perkawinan “Pulang Ka Bako”, seluruh keluarga ibuku yg ada di padang, medan, & Jakarta bersemangat bangett datang berkumpul untuk acara ini di Batusangkar, tak ketinggalan ibuku yang langsung taragak untuk pulang.
Dan dari cerita ibuku sepulangnya, sepanjang masa acara kemaren dimana seluruh sanak dan kerabat berkumpul, ada beberapa yg juga membicarakan tentang kemungkinan adanya perjodohan dan perkawinan “Pulang Ka Bako” terjadi lagi. Salah satunya “korbannya” adalah sepupuku anak dari budheku. Meski memang tidak akan memaksa, tapi para orang tua tersebut sudah sangat bersemangat dan berharap besar dengan acara perkenalan nantinya. Wahhh……
Beruntung aku tidak tinggal di sana. Karena bisa2, dengan umurku yg sudah segini tapi belum juga menemukan jodohnya, keluarga besar di sana akan bersemangat pula…..
Wahh ampuuuuuuunn….
Wahh ampuuuuuuunn….
sumber: urangminang.com