1. Dari mana/ Siapa diperdapat keterangan-keterangan untuk menyusun sejarah ini ?
Keterangan-keterangan ini, saja perdapat dari beberapa orang ninik mamak yang pernah menjadi Kepala Negeri Sianok, antaranya Almarhum Datuak Panduko Radjo dan Datuak Panghulu Basa serta dikuatkan oleh sebagian ninik mamak yang lain yang semuanya sekarang masih hidup.
2. Watas-Watas Pemerintahan dari Kewalian Nagari Sianok Anam Suku :
Watas Nagari ini sesuai dengan keadaan tanggal proklamasi 17 Agustus 1945, sesuai pula dengan ketentuan IGOB semasa Pemerintahan Hindia Belanda, yaitu :
- Sebelah Timur Utara dengan kota Bukit Tinggi, yang diceraikan oleh sebuah lembah yang bernama Ngarai Sianok.
- Sebelah Selatan dengan Kewalian Nagari Koto Gadang.
- Sebelah Barat dengan Kewalian Nagari Koto Panjang (sungaiu Jaring dan Kampung Pisang) serta Matur Hilir.
3. Terdiri dari beberapa kampung, Nagari Sianok VI Suku sekarang ?
Sama dengan dahulu (zaman terjajah), Sianok Anam Suku terdiri dari 2 (dua) kampung besar dan 2 (dua) kampung kecil. Yang menjadi kampung-kampung besar adalah Sianok dan Jambak, sementara yang dimaksud kampung-kampung kecil adalah Lambah dan Pahambek.
4. Bagaimana asal usul nama Sianok VI Suku ?
Sianok VI Suku, berarti Sianok Raja nama ini dipakai dan dipopulerkan dengan ketetapan Rapat Besar Rakyat di Lambah pada tahun 1948, diadakan oleh Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Barat, dihadiri oleh saudara Marzuki Jatim sebagai Wakil Ketua KNI Sumatera Barat dan Tan Tuah Bagindo Batu, bersama beberapa orang anggota KNI dan pejabat-pejabat Pemerintah lainnya. Nama ini dimaksudkan untuk membedakan Sianok VI Suku sebagai Kewalian dan Sianok sebagai Jorong, karena dahulu untuk keseluruhan disebut Sianok saja.
5. Bagaimana sejarah Nagari ini ?
Perlu dijelaskan lebih dahulu, maka Sianok Anam Suku dinamakan demikian, karena jumlah suku yang terpakai disini adalah Enam banyaknya. Yaitu Tanjung, Singkuan, Jambak, Caniago, Sikumbang dan Guci. Dan perlu pula dijelaskan bahwa seluruh penduduk asli dari Sianok Anam Suku, baik yang tinggal di Lambah dan di Pahambek, asalnya dari Sianok. Karena ini tidak ada salahnya bila untuk keseluruhan Kewalian ini dahulu dinamakan Sianok saja.
Bekas yang dirasakan sampai sekarang adalah bahwa warga nagari ini yang sekalipun sudah turun temurun tinggal di Jambak dan Pahambek, masih saja menyebut pulang bila menghadap ke Sianok. Menurut sejarah nama Sianok berasal dari "Si" dan "Anok" nama orang yang dahulunya adalah seorang yang gagah berani dan arif bijaksana.Tapi itu tidaklah berarti bahwa Si Anok ini orang pertama kali mendiami nagari ini. Siapa sebenarnya orang yang mula-mula membuka nagari ini, tidaklah jelas sejarahnya.
Karena Sianok tempat pertama kali didiami dan di Sianok pula mula-mula terlahirnya masyarakat yang teratur, maka Sianok menjadi Koto, Ibu nagari Kewalian ini. Oleh karena itu pula disini ditempatkan dan ditemui bekas-bekasnya sampai sekarang. "Gaduang Bicaro" tempat ninik mamak dan orang 4 jenis lainnya bermufakat. Dinagari lain tempat ini dinamai "Balai Adat" tapi di Sianok ada lain sedikit. Gaduang Bicaro menurut riwayatnya yang syah, bukan tempat bermusyawarah ninik mamak dan orang-orang 4 jenis AnamSuku, tapi adalah juga menjadi gedung permufakatan besar dari ninik mamak dan pemuka-pemuka nagari di IV Koto (Di Agam Tuo kata setengah Riwayat).
Karena Sianok tempat pertama kali didiami dan di Sianok pula mula-mula terlahirnya masyarakat yang teratur, maka Sianok menjadi Koto, Ibu nagari Kewalian ini. Oleh karena itu pula disini ditempatkan dan ditemui bekas-bekasnya sampai sekarang. "Gaduang Bicaro" tempat ninik mamak dan orang 4 jenis lainnya bermufakat. Dinagari lain tempat ini dinamai "Balai Adat" tapi di Sianok ada lain sedikit. Gaduang Bicaro menurut riwayatnya yang syah, bukan tempat bermusyawarah ninik mamak dan orang-orang 4 jenis AnamSuku, tapi adalah juga menjadi gedung permufakatan besar dari ninik mamak dan pemuka-pemuka nagari di IV Koto (Di Agam Tuo kata setengah Riwayat).
Oleh karena mata penghidupan rakyat di zaman itu, hanyalah bertani makanya rakyatnya selalu berusaha mendapatkan tanah-tanah baru untuk memperluas perkebunan lama. Demikianlah asal mulanya perluasan daerah Sianok. Hutan rimba belukar dibakar dan dilateh disana diadakan pondok-pondok orang ladang yang kemudian sesuai pondok itu kemduian menjadi kampung-kampung pada waktu ini bernama Lambah, Jambak dan Pahambek. Juga termasuk Sungai Jaring yang walaupun kemudian masuk kanagarian Koto Panjang. tapi zaman dahulu adalah daerah Sianok juga.
Akan asal dari nama-nama kampung yang lain itu adalah sebagai berikut :
LAMBAH, berarti "lembah" karena tempanya rendah disini mengalir sebuah anak sungai sepanjang Ngarai.
JAMBAK, berasal dari nama dari sebuah suku yang enam, suku dari orang-orang yang mula-mula membuka tanah perladangan disana.
PAHAMBEK berari "penghembat" (sama dengan Pahambatan di Balingka), penghembat atau tempat pertanahan nagari Sianok terhadap keluar. (Oleh karena dahulu kala, akibat perebutan perluasan daerah suatu nagari sering berkelahi dengan nagari lain) di Lambah, jalan ke Pahambek sampai sekarang masih terdapat setumpak kelompokan rumah-rumah yang dinamai "Paparangan" artinya tempat berperang orang-orang dahulu itu. Akan bukti bahwa anak nagari yang aslinya dari Sianok Anam Suku berasal dari Sianok, adalah banyak. Antaranya pembagian tanah-tanah yang kedapatan sekarang. Sebagian besar dari tanah rimba dan ladang yang ada di Jambak dan Lambah, masih dipunyai oleh penduduk nagari yang masih tinggal di Sianok. Begitupun tidak kurang-kurang pula, tanah rimba dan ladang di Sianok, yang masih dimiliki oleh penduduk nagari yang tinggal di Jambak dan Lambah.
6. Adakah disini balai-balai adat ?
Ada sampai sekarang sebagai sudah diterangkan diatas ini. Untuk kejelasannya patut juga disini ditambahkan siapa-siapa dan bagaimana caranya dahulu bersidang ditempat ini. Yang dimaksud dengan memberikan keterangan ini (walaupun agaknya tidak tepat dengan masalah no. 6 ini) ialah segala yang ada sangkut pautnya dengan Gaduang Bicaro. Yang mempunyai hak bersidang di Gaduang Bicaro ini, tentulah ninik mamak panghulu gadang basa batuah, ditambah dengan alim ulama dan cerdik pandai yang hadirnya lebih dahulu mendapat persetujuan karapan ninik mamak itu. Hanya Imam-Chatib ada sajalah yang diakui sederajat dengan ninik mamak. Tegak sama tinggi, duduk sama rendah. Gaduang Bicaro dipergunakan untuk bermusyarawat oleh pemuda-pemuda cerdik pandai, tetapi kerapatan mereka tidak mempunyai hak menentukan menurut sepanjang adat. Kecuali bila keputusan mereka itu dibenarkan dan disahkan oleh kerapatan adat. Kecuali dalam keadaan darutat benar, maka tidaklah boleh dan tidaklah akan menerima hak hukum segala keputusan, yang diperkatakan di luar Gaduang Bicaro. Kecuali kerapatan-kerapatan yang merupakan pelaksanaan saja dari adat yang lazim, seperti rapat batagak (MENGANGKAT) panghulu baru, yang diadakan dirumah calon panghulu itu atau dihalaman rumah dari seorang panghulu dari seorang panghulu yang baru meninggal dunia, sebelum jenazah dikuburkan dicarilah disana yang bakal gantinya. Di Gaduang Bicaro disusun pemerintahan nagari. Di Gaduang inilah diangkat dan diperhentikan sagala panghulu dan imam chatib adat. Hanya di Gaduang Bicaro jugalah segala putusan baru bersifat "ganting mamutus, biang , manabuk" sepanjang hukum adat.
7. Masuk Persekutuan ( ADAT FEDERASI ) mana Nagari ini dahulu ?
Sianok (Sianok Anam Suku) dahulu dan sampai sekarangpun termasuk dalam persekutuan nagari-nagari Ampek (ditulis : IV) Koto. Hanya daerah IV Koto inilah yang kemudiannya bertambah luas. Dizaman dahulu yang dikatakan IV Koto, terdiri dari Empat Nagari. Mashur dengan susunan kata : Sianok Koto Gadang, Guguk Tabek Sarojo. Pada masa kemudiannya Tabek Sarojo disatukan dengan Guguk, yang pada waktu ini disebut Nagari Guguk Tabek Sarojo. Kemudian kedalam federasi ini dimaksudkan pulalah nagari-nagari Koto Tuo, Balingka (dahulunya dua nagari Pahambatan dan Koto Hilalang)., Koto Panjang (dahulunya juga dua nagari : Kampung Pisang dan Kampung Jaring), Sungai Landir nagari Malalak yang kemudian bernama Kelarasan IV Koto dan yang sekarang dinamakan Kecamatan IV Koto. Laras (Kepala Larasan) yang terakhir adalah Datuak Kayo, panghulu nagari Koto Gadang, yang juga menjadi Ketua Federasi ini. Sejak masa Kelarasan inilah baru permufakatan-permufakatan bersifat IV Koto, boleh diadakan di nagari-nagari yang lain dari Sianok, selama yang akan dibicarakan itu berhubungan langsung dengan nagari itu sendiri. Tapi tidak boleh sekali-sekali rapat diteruskan, bila kerapatan-kerapatan itu tidak dihadiri oleh salah satu seorang ninik mamak (panghulu) dari Sianok Anam Suku. Dalam hal ini disebutkan dalam kata adat Sianok Kunci, Koto Gadang Peti. Hanya rapat-rapat nagari yang tidak bersifat IV Koto sajalah boleh diadakan disesuatu nagari dengan tidak usah menunggu hadirnya ninik mamak dari Sianok. Ataupun Tuangku Laras yang menjadi Ketua Federasi (persekutuan) IV Koto.
sumber : http://www.sianok.com.