Minang Saisuak #22. Murid-murid Sekolah Radja di Fort de Kock

suryadi-murid-murid-sekolah-radja-di-fort-de-kock

SEJAK 1825 orang Minangkabau sudah mengenal pendidikan sekuler, Pada tahun itu didirikan sebuah sekolah ala Belanda di Padang atas rekomendasi Gubernur Jendral H.J.J.L. Ridder de Stuers. Kali ini pembaca Singgalang Minggu kami suguhi sebuah foto klasik murid-murid Kweekschool (Sekolah Radja) di Fort de Kock (Bukittinggi). Sekolah ini adalah salah satu sekolah sekuler yang terkenal di Minangkabau. Murid-muridnya, yang berasal dari berbagai daerah di Sumatra dan Kalimantan, banyak yang sukses ‘menjadi orang’ dan bekerja di berbagai tempat di Hindia Belanda.

Sekolah Radja di Fort de Kock didirikan tahun 1856 atas nasehat seorang penasehat pendidikan kolonial Belanda: pendeta S.A. Buddingh. Sekolah itu dikepalai oleh asisten-resident J. A. W. van Ophuijsen, dibantu oleh seorang guru pribumi bernama “‘Abdoe’llatif, anak Toeankoe-Imam di-Kota Gedang”  ([Nawawi dan Kramer], 1908:10) Mula-mula muridnya hanya 10 orang saja. Antara 1856-1866 hanya 49 murid yang lulus dari sekolah ini, 12 orang di antaranya menjadi guru, sisanya menjadi jurutulis,pakhuismester (kepala gudang kopi), menteri cacar, menteri kopi, dll. Tahun 1869 guru Abdoe’llatif sakit dan ia digantikan oleh Saidina Asin asal Koto Laweh, Padang Panjang, yang sebelumnya jadi guru Melayu di Bengkulu.

Tahun 1866 penasehat pendidikan Belanda, J. A. Van der Chijs mengeluarkan laporan mengenai Sekolah Radja di Fort de Kock ini. Ia meminta kualitas pendidikan di sekolah ini ditingkatkan. Maka, sejak 1873 dilakukan pembenahan yang signifikan terhadap sekolah tersebut: guru ditambah dan kualitas mereka ditingkatkan; jumlah murid juga ditambah menjadi 50 orang. Antara 1873-1907 tercatat 356 murid yang tamat belajar dari Sekolah Radja di Fort de Kock (ibid.:67-71).

Konteks foto di atas adalah pesta peringatan Sekolah Radja yang baru di Fort de Kock itu pada tahun 1908. Kelihatan murid-murid sekolah itu berfoto bersama dua orang guru mereka di depan salah satu gedung utama sekolah tersebut. Cengeh juga rupa anak-anak itu dalam balutan baju putih, sarung dan kupiah. Dua orang guru mereka yang ikut berfoto (berdiri di belakang) yaitu  B.J. Visscher, direktur Sekolah Radja pada waktu itu, dan salah seorang guru pribumi bernama Ibrahim. Di barisan depan  terlihat beberapa orang murid perempuan. Lama sebelum itu anak perempuan Minangkabau tidak boleh bersekolah, hanya tinggal di rumah, atau paling hanya disuruh mengaji al-Qur’an di bawah asuhan seorang wanita janda di kampung. Anak perempuan pertama di sekolah ini, dan anak perempuan Minangkabau pertama yang mengenyam pendidikan sekuler, adalah Sjarifah, anak Guru Engku Nawawi St. Makmoer yang juga menjadi salah seorang guru pribumi terkemuka di sekolah ini. Sjarifah masuk sekolah Radja pada tahun 1907.

Sekolah Radja adalah bagian dari sejarah intelektualisme Minangkabau. Mungkin sisa-sisa kejayaan sekolah ini masih bisa dilacak di Bukittinggi sekarang. Gedung-gedungnya yang masih tersisa mungkin dapat direnovasi, dan yang sudah runtuh mungkin dapat direkonstruksi kembali, untuk pariwisata sejarah Sumatra Barat.

Subscribe to receive free email updates: