MUSYAWARAH PENGHULU di Minangkabau zaman saisuak adalah sebuah acara nagari yang meriah. Acara itu adalah ajang untuk ‘bermain pedang’ dengan kata-kata bersayap (‘bersilat lidah’) yang dikemas dalam tradisi pasambahan.
Rubrik ‘Minang Saisuak’ Singgalang Minggu kali ini menampilkan foto klasik sebuah rapat kaum penghulu di awal abad ke-20. Judul foto ini adalah: “Vergadering van pangoloe’s, Soematra” (Rapat para penghulu di Sumatra [Barat]). Tidak disebutkan di nagari mana foto ini diambil, tapi sangat mungkin di darek. Foto ini (ukuran 14 x 23,5 cm.) dibuat tahun 1911 oleh mat kodak Jean Demmeni dan diproduksi dengan memakai teknik fotolithografie. Tercatat foto ini terakhir dikoleksi oleh Algemeene Nederlandsche Wielrijdersbond Toeristenbond voor Nederland yang berkantor ’s-Gravenhage (Den Haag).
Dalam foto ini terlihat kaum penghulu, lengkap dengan pakaian adatnya, duduk dalam formasi dua baris yang saling berhadapan. Di bagian belakang kelihatan seorang penghulu berpakaian putih, yang sepertinya punya posisi sosial yang lebih tinggi, sebab pakaiannya sendiri berbeda warnanya dan ia juga duduk di kursi. Sangat mungkin orang itu adalah seorang tuanku laras atau pejabat pribumi bentukan Belanda. Dengan demikian, dapat diduga bahwa rapat para penghulu yang diabadikan dalam foto ini mungkin terkait dengan satu kebijakan yang dijalankan oleh penjajah Belanda satu nagari atau kelarasan.
Di bagian belakang kelihatan balairuang atau balerong (balai adat) yang cenderung agak bercorak bodi Chaniago.Di situlah akan diuji apakah seorang penghulu memang ‘tahu di bayang kato sampai’ supaya ia tidak sampai ‘dikabek kato’. Penghulu yang ‘buluih luambek’nya akan kalah dalam batin dan mungkin akan membuat malu anak-kemenakan dan kaumnya.
Musyawarah kaum penghulu dalam tradisi pasambahan memang berbeda dengan rapat anggota DPR(D) sekarang dimana banyak urat leher tegang atau sebagian anggotanya tertidur dan yang lainnya asyik memencet-mencet BlackBerry.
sumber
sumber