Nagari bapaga undang , kok kampuang bapaga buek, tiok lasuang baayam gadang, salah tampuah buliah diambek, demikian bunyi satu pantun Minangkabau yang menggambarkan independensi nagari-nagari di Minangkabau. Setiap nagari sejajar statusnya, dengan adat selingkar nagari yang bisa saja berbeda satu sama lainnya. Pada masa lampau tak jarang antar nagari berkompetisi, seperti terefleksi dalam dunia kesenian dan permainan rakyat, dan tak jarang juga terjadi perang batu antar nagari.
Foto yang kami turunkan dalam rubrik Minang Saisuak kali ini memperlihatkan sekelompok kepala adat dari satu nagari di Minangkabau. Namun tidak dijelaskan dari nagari mana mereka berasal. Foto yang aslinya berukuran 9×12 cm. ini dibuat antara tahun 1910-1930. Tampaknya para kepala adat ini agak tegang menghadapi kamera kolonial meminjam istilah Jean German Tailor dalam artikelnya The Sewing-Machine in Colonial-Era Photograph: A Record from Dutch Indonesia (Mesin jahit dalam fotografi era kolonial: sebuah catatan dari Belanda Indonesia (Modern Asian Studies 46,1 (2012):71-95. Tampaknya yang paling depan dengan keris bersarung indah di pinggangnya, yang dipayungi oleh bujangnya (payung kelihatan tidak tampak), adalah pemimpinnya. Yang lain adalah para pengiringnya dengan senjata masing-masing. Sepertinya mereka tengah berada dalam suatu upacara resmi. Foto ini menghadirkan kenangan pada nagari-nagari Minangkabau dengan para ayam gadangnya di masa lampau.
sumber:http://niadilova.blogdetik.com/index.php/archives/946
0 Response to "Minang Saisuak #90 - Para Kepala Adat di Minangkabau"
Post a Comment