Mitos “Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak”


Disebuah kampung di daerah Sumatera Barat, hiduplah keluarga Pak Buyung, ia tinggal disebuah gubuk dipinggir laut dengan istri dan seorang anaknya yang masih kecil bernama Indra. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, pak Buyung bersama istrinya mengumpulkan hasil-hasil hutan dan menangkap ikan dilaut. Setiap pagi ia pergi kebukut Junjung Sirih untuk mencari manau, rotan dan damar untuk dijual kepasar, jika musim hujan tiba mereka pergi kelaut untuk memancing ikan dengan menggunakan bubu atau jala.

Setelah Indra berumur sepuluh tahun maka Indra sering membantu ibunya atau orang tuanya kehutan maupun kelaut. Indra sangat rajin tetapi Indra makannya sangat banyak sampai-sampai nasi habis setengah bakul dengan lauk beberapa piring.


Pada suatu saat musim paceklik tiba baik hutan maupun hasil laut sangat sulit diperoleh, untuk itu mereka hemat terutama menahan selera makan. Jika tidak ada nasi ia memakan ubi atau pun talas.


Cukup lama musim paceklik berlangsung sehingga mereka semakin kesulitan untuk mendapatkan makanan, akhirnya mereka hanya mementingkan dirinya masing-masing.
 
Sudah beberapa hari keluarga pak Buyung makan ubi bakar, tentu itu tidak mengenyangkan perut si Indra. Suatu hari si Indra menangis minta makanan kepada kedua orang tuanya. Ayahnya hanya menjawab kalau kamu lapar carilah sendiri makanan kehutan atau kelaut, sana!! terus jawaban itu disanggah istrinya bukankan anak kita masih kecil tentu ia belum bisa mencari makanan sendiri. Tapi ayahnya menjawab bukankah Indra yang lebih banyak makannya. Mendengar bantahan pak Buyung sang istri pun diam, ia membujuk Indra agar pergi sendiri kebukit Junjung Sirih untuk mencari hasil hutan. Sebelum berangkat kehutan Indra terlebih dahulu memberi makan seekor ayam piaraannya yang bernama Taduang. Si Taduang seekor ayam yang pandai, setiap si Indra pulang ia selalu berkokok, menyambut kedatangan tuannya.

Indra pulang dari hutan tanpa membawa hasil, esoknya ayahnya memerintahkan pergi kelaut untuk memancing ikan. Saat Indra pergi kelaut, ayah dan ibunya tidur-tiduran di gubuk. Tampaknya, mereka sudah putus asa menghadapi kesulitan hidup, keadaan demikian berlangsung selama sebulan, sehingga Indra merasa tubuhnya sangat lelah dan berniat untuk istirahat beberapa hari.

Pada suatu saat Indra berkata pada ayahnya

“ayah badanku terasa sangat letih, bolehkah saya istirahat beberapa hari?”

Tapi ayahnya menjawab

“kamu tidak boleh beristirahat, besok kamu harus kembali kelaut!”

Ia tidak ingin membantah perintah ayahnya, esoknya ia kembali kelaut dengan lelahnya, terus ibunya tidak tahan melihat Indra kelaut dengan badan yang lelah, akhirnya Indra diikutinya dari belakang, tapi ia menuju ke sebuah tanjung. Agak jauh dari tempat Indra memancing ikan. Sementara ayahnya pergi kehutan.

Siangnya pak Buyung pulang dari hutan membawa seikat ijuk sesampainya dirumah ia melihat istrinya sedang membersihkan pensi. Setelah membersihkan pensi itu sang istri pun segera membuatkan bumbu dan memasak nya. Tak lama kemudian aroma masakan pangek pun tercium oleh pak Buyung.

“Bu apakah pangek ini cukup kita makan bertiga?

“Cukup” jawab istrinya.

“Apakah ibu lupa kalau Indra makannya banyak tentu pangek ini tidak cukup ia makan sendiri, bagaimana kalau kita makan secara diam-diam selagi si Indra masih berada dilaut”

“Sebentar lagi kan ia pulang” kata istrinya.

“Jika si Taduang berkokok berarti si Indra sudah pulang kata pak Buyung.

Sang istri mengangguk-angguk mendengar jawaban suami nya, namun baru makan beberapa suap akhir nya si Indra pulang dari laut sang ayah dan ibu mendengar kokokan si Taduang ia langsung berhenti makan dengan mencuci tangan sebelumnya, setelah itu ia cepat-cepat menyembunyikan nasi dan pangek kekolong tempat tidur itu.


“Hai Indra mana ikan yang kamu peroleh”. kata ayahnya.

“Maaf ayah hari ini aku tidak memperoleh ikan”. jawab Indra dengan wajah kusut.

“mengapa kamu pulang kalau belum memperoleh ikan”, tanya ayahnya.

“Maaf ayah saya sangat letih dan lapar”, jawab Indra.

“Apa yang akan kamu makan jika tidak memperoleh ikan”, kata ayahnya.

“Saya sudah berusaha ayah tapi tidak berhasil”, jawab Indra.

“Ayah, ibu, adakah sesuatu yang bisa saya makan”, tanya Indra.

“Tidak! hari ini tidak ada makanan untuk anak pemalas seperti kamu”, kata ayahnya.

“Tapi saya lapar”, kata Indra.

Baiklah kamu boleh makan tapi dengan satu syarat kamu harus mencuci ijuk ini sampai putih, Indra langsung pergi mencuci ijuk tersebut karena ingin menndapatkan makanan dari kedua orang tuanya, Ketika Indra kelaut kedua orang tuanya melanjutkan makan nasi dan pangek. Selesai makan ia kembali menyembunyikan makanan yang masih tersisa dibawah tempat tidur. Kemudian si Indra datang ketika masuk kedalam gubuk, Indra melihat kedua orang tuanya masih duduk bersantai.

“Bagaimana ijuk itu sudah bersih kamu cuci?”, tanya ibunya.

“Sudah, bu”, jawab Indra sambil meletakkan ijuk itu didepan ibunya. “tapi bu, aku sudah berusaha mencucinya berkali-kali, bahkan aku menggosoknya dengan campuran pasir tapi masih tetap berwarna hitam”, sanggah Indra.

“Cuci lagi ijuk itu kelaut”, kata ayahnya.

Dengan langkah sempoyongan Indra kembali kelaut ia terus berusaha mencuci dan menggosok ijuk itu hingga berkali-kali tetapi tetap saja berwarna hitam. Rupanya Indra yang masih anak-anak tidak tahu kalau ijuk yang hitam itu tidak akan pernah berobah menjadi putih.

Menjelang senja Indra kembali kegubuk, ketika hendak masuk keruang tengah ia tidak lagi melihat kedua orang tuanya duduk-duduk, dengan pelan-pelan ia menuju keruang dapur dia melihat kedua orang tuanya tertidur pulas dan disamping mereka berserakan piring-piring kotor, bakul nasi, dan bakul pangek yang telah kosong. Hanya kuah dan beberapa cuil daging pensi yang tersisa. Alangkah sedihnya hati Indra menyaksikan semua itu. Kini ia menyadari bahwa kedua orang tuanya telah menipu dan membohonginya. Ia pun kembali keluar dari gubuk dengan sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya. Saat berada diluar gubuk, ia langsung menangkap ayam kesayangannya, si Taduang. Kemudian ia duduk diatas batu disamping gubuknya sambil mengusap-usap bulu si Taduang.

“Taduang, rupanya ayah dan ibuku telah menipuku, untuk apa lagi aku tinggal bersama mereka disini, kalau mereka sudah tidak menyayangi aku lagi”, kata Indra kepada ayam nya.

Mendengar pernyataan itu ayam nya berkokok beberapa kali pertanda bahwa ia mengerti apa yang diucapkan oleh tuannya si Indra. Si Taduang mengepak-ngepak sayapnya, Indra pun mengerti bahwa sayapnya itu mengajaknya pergi meninggalkan kampung itu. Indra pun berpegangan pada kaki si Taduang, Saat tubuh si Indra terangkat, anehnya semakin tinggi ia terbang batu itu semakin membesar. Akirnya si Taduang sudah tidak kuat untuk menahan batu tersebut, akirnya si Indra menyentakkan kakinya pada batu itu, sehingga batu itu meleset jatu kebumi dan menghantam salah satu bukit yang ada disekitar lautan. Hantaman itu membentuk sebuah lubang yang memanjang, dengan cepat air laut pun cepat mengalir kearah lubang itu dan menembus bukit sehingga membentuk aliran sungai.

Khabarnya itulah menjadi asal mula sungai Batang Ombilin yang bermuara kedaerah Riau, semakin lama air laut itu semakin menyusut sehingga lautan itu berubah menjadi danau singkarak yang hingga kini menjadi kebanggaan masyarakat Solok. Sementara Indra yang diterbangkan oleh ayam kesayangannya si Taduang hingga kini tidak tahu keberadaannya.
  


sumber:http://old.kaskus.co.id/showpost.php?p=400739482&postcount=97

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mitos “Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak”"

Post a Comment