Sebuah nagari di Minangkabau, dimana di kiri-kanan labuah-nya nan goloang
berdiri rumah gadang berderet-deret, mungkin kini tinggal kenangan
dalam ingatan kolektif orang Minangkabau. Mungkin di beberapa desa di darek masih ditemukan beberapa nagari yang masih diramaikan oleh rumah-rumah gadang, tapi tidak lagi seanggun dulu, saat anjuang berjejer dan rangkiang baririk di halamannya. Banyak rumah gadang yang tersisa kini juga sudah beratap sirap dan berjendela kaca.
Foto ‘Minang Saisuak’ kali ini (20×25,3 cm.)
menyajikan pemandangan rumah gadang di Singkarak yang dibuat sekitar
1895. Lihatlah berapa anggunnya salah satu di antaranya yang terlihat di
latar depan foto ini – bantuak buraq ka tabang rupanya. Rumah gadang itu terlihat kokoh, tidak seperti kebanyakan rumah gadang sekarang yang kelihatan sudah guyah, ibarat lelaki kampung separo baya yang kebanyakan merokok dan sering bertanggang malam.
Ketika Sir Thomas Stamford Raffles diinapkan di
sebuah desa di tepian Danau Singkarak dalam perjalanannya bersama
rombongan ke pedalaman Minangkabau di bulan Juli 1818, ia melukiskan
rumah gadang tempatnya diinapkan sebagai berikut: “Rumah tempat kami
sekarang beristirahat panjangnya sekitar 100 kaki [kurang-lebih 30,5
meter], dan tingginya sekitar 30-40 kaki [kurang-lebih 9-12 meter].
Rumah tersebut sangat kokoh dan ditopang oleh tiga pilar kayu di
tengah-tengahnya, tak ubahnya seperti tiang kapal. Dari wujud konstruksi
rumah yang tampak unik ini, dinding di bawah atap berbentuk segitiga
dibangun menjulang ke atas dalam beberapa lapis, menyerupai buritan
kapal. Lantainya dibangun sekitar 10 kaki [kurang lebih tiga meter] dari
permukaan tanah, area di bawah lantai ditutup dan digunakan untuk sapi
dan hewan ternak lain. Pintu masuk utama terletak di tengah, tapi ada
pintu masuk kedua yang terdapat di salah satu ujung rumah.” (Anthony
Reid, 2010:202).
Deskripsi Raffles itu membuat saya berpikir
liar dan arbitrer: mungkinkah nenek moyang orang Minangkabau adalah
bagian dari penumpang kapal Nabi Nuh yang tersangkut di puncak Gunung
Merapi yang sebagian besarnya tenggelam oleh banjir gadang yang melanda bumi itu, sehingga tinggal tersisa di permukaan sebesar telur itik? Wallahualam bissawwab!
Sumber:
0 Response to "Minang Saisuak #98 - Rumah Gadang di Singkarak"
Post a Comment