Minang Saisuak #19. Pemakaman Seorang Cina Kaya di Padang

suryadi-pemakaman-seorang-cina-kaya-di-padang


ORANG CINA (TIONGHOA) mungkin sudah bermukim di Padang sejak kota itu didirikan pada abad ke-17. Menurut Erniwati dalam bukunya, Asap Hio di Ranah Minang (Jakarta: Ombak & Yayasan Nabil, 2007), pemukiman orang Cina atau pecinan yang terbesar di Padang berada di Pondok dan Tanah Kongsi. Di manapun orang Cina merantau, mereka selalu mempertahankan adat leluhurnya. “Dengan masih terpeliharanya tradisi dan budaya leluhur di dalam komunitas Tionghoa [di Padang], secara psikologis mereka masih tetap terikat kepada budaya dan negara asal mereka” (Ibid.:111).

Kali ini pembaca Singgalang Minggu, melalui rubrik ‘Minang Saisuak’, kami ajak berwisata sejarah visual menyaksikan cuplikan prosesi pemakaman seorang Tionghoa kaya di Padang pada masa lampau. Tempat pemakamannya berada di kuburan Cina yang terletak di Bukit Gado-gado di lereng Gunung Monyet (Gunung Padang). Foto ini (9 x 11,5 cm.), bertarikh 1900, dibuat oleh Fr. M. Dorotheo di kawasan pecinan Padang. Terakhir foto ini dikoleksi oleh A. W. Nieuwenhuis yang juga banyak mengoleksi foto-foto klasik lainnya dari Hindia Belanda. Disebutkan bahwa Cina kaya yang meninggal itu adalah seorang perempuan. Ada beberapa foto lain yang terkait dengan foto ini yang disimpan di KITLV Leiden.

Perhatikan keranda jenazah dalam foto ini yang dihiasi dengan aksesori, beruntai bunga berkerawang, yang indah dan mahal, tanda kebesaran orang yang meninggal itu. Dulu, jika seorang Cina meninggal, bagian dari harta kekayaan yang disukainya juga ikut dikuburkan bersamanya, supaya ia merasa bahagia di alam baka. Banyak terjadi penggalian dan perusakan kuburan Cina oleh pencuri yang ingin mengambil harta yang dikubur bersama si mayat. Tindakan keji ini dilakukan juga oleh anak buah Le Meme, bajak laut ‘negara’ asal Perancis yang menjarah Padang pada 7 Desember 1793. “[...] Mereka cukup jahat untuk membongkar kuburan dan memgeluarkan mayat seorang Cina yang menurut mereka dikebumikan dengan sejumlah emas”, tulis Le Meme dalam surat terbukanya kepada warga Perancis untuk menjawab tuduhan miring terhadapnya yang dianggap menggelapkan harta jarahan dari Padang (lihat: E. Netscher 1881:119-22; terjemahan oleh Suryadi).

Dalam foto di atas terlihat pakaian duka yang dikenakan perempuan Cina berbeda dengan yang dipakai oleh laki-laki: perempuan dewasa memakai semacam kerudung dan anak laki-laki memakai topi yang lancip bagian atasnya. Sedangkan di sebelah kiri terlihat beberapa laki-laki yang berpakaian relatif modern. Di tingkat atas rumah juga terlihat beberapa perempuan memakai pakaian duka. Tampaknya tak begitu terlihat adanya kesan totok pada penampilan fisik orang-orang Cina yang tinggal di Padang pada masa itu. Mungkin inilah salah satu bukti historis proses akulturasi budaya orang Cina dengan budaya rantau barat Minangkabau di abad lampau.

sumber

Subscribe to receive free email updates: