Minang Saisuak #18. Jembatan Kuraitaji

suryadi-jembatan-kuraitaji


JEMBATAN KURAITAJI yang foto klasiknya disajikan dalam rubrik Minang Saisuak kali ini berlokasi di kenagarian Kuraitaji, Pariaman Selatan, persisnya beberapa ratus meter sebelum pasar Kuraitaji, jika kita datang dari arah Lubuk Alung menuju Pariaman. Di bawahnya mengalir Sungai (Batang) Mangau yang bermuara di Pasir Baru, Sunur, kampung penulis. Jembatan ini adalah salah satu jembatan modern yang dibangun Belanda di Sumatra Barat di awal abad ke-20. Lihatlah konstruksi kaki dan besi jembatan yang kelihatannya sangat kokoh.

Banyak cerita yang penulis dengar waktu kecil mengenai jembatan ini: antara lain bahwa di kaki jembatan ini ditanam kepala manusia agar jembatannya jadi kuat. Boleh jadi ini semacam folklor sindiran untuk menyatakan bahwa mungkin waktu pembangunan jembatan ini ada beberapa tenaga kerja pribumi yang mati, apalagi jika mereka disuruh bekerja rodi oleh Belanda untuk membangun jembatan ini.

Foto yang berukuran 14,5 x 20,5 cm. ini dibuat sekitar tahun 1920. Tidak diketahui siapa yang membuatnya. Tapi sangat mungkin foto ini dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda karena tampaknya di dalam foto terlihat beberapa pejabat lokal Belanda (berbaju putih) yang sedang meninjau jembatan ini yang tampaknya baru selesai dibangun. Jembatan ini masih bertahan sampai sekarang, walaupun beberapa bagiannya sudah diganti. Tangga ke kaki jembatan yang terlihat dalam foto ini masih terlihat sekitar tahun 1970-an, tapi sekarang sudah tertutup semak.

Pembangunan jembatan ini, disamping melancarkan akses transportasi dari Padang ke Pariaman, juga meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, khususnya pasar Kuraitaji yang, menurut J.C. Boelhouwer dalam bukunya, Kenang-kenangan Hidup di Sumatra Barat, 1831-1834 (aslinya diterbitkan tahun 1841 oleh De Erven Doorman di Den Haag), pada hari pekannya, Senin, dikunjungi tak kurang dari 4000 orang.

Akhirnya, karena menyebut nama Kuraitaji, kita jadi ingat sebuah pantun petuah ibu-ibu di daerah Pariaman kepada anaknya yang akan bertolak ke rantau: “Kuraitaji pakan Sinayan / Urang tuo manggaleh lado / Capek kaki ringan tangan / Inggo salero lapeh juo”.

Subscribe to receive free email updates: