Minang Saisuak #45 - Asbon Madjid: ‘Nakhoda’ Campin Orkes Gumarang

asbon-madjid-e28098nakhodae28099-campin-orkes-gumarang

Bila ingat Orkes Gumarang yang terkenal itu, maka tentu kita juga ingat nama Asbon Madjid, tokoh ‘Minang Saisuak’ kita kali ini. Orkes Gumarang dibentuk di Jakarta tahun 1953 oleh sepuluh orang putra Minang, di antaranya adalah mantan Kapolri Awaluddin Djamin.
Asbon Madjid lahir di Sibolga tanggal 8 Mei 1925. Kedua orang tuanya berasal dari Tanjuang Alam Tabek Patah. Usia 3 tahun ia meninggalkan Sibolga, pindah ke Padang. Asbon menempuh pendidikan dasar hingga SLP di Padang (1937-1940). Kemudian melanjutkan pendidikan di H.I.S. Taman Sari (sampai 1943).
Asbon mulai menekuni dunia musik sejak 1937. Ia mempelajari berbagai corak musik, seperti keroncong, gambus dan gamad. Bersama Zainul Bahar ia mendirikan Orkes Hawaiian The Smiling Players di Padang tahun 1938. Grup musik ini mengisi banyak acara di pesta dansa orang-orang Belanda dan acara pasar malam di Padang, juga mengisi siaran musik di Padangsche Radio Omroep. Tahun 1939 grup musik ini mengadakan tour ke Medan dan didaulat untuk mengisi siaran di radio NIROM Medan. The Smiling Players eksis sampai 1944.
Ketika Jepang masuk, Asbon ditarik menjadi pemain piston dalam anggota Korps Musik Tentara Dai Nippon. Pada zaman itu ia juga ikut grup sandiwara ‘Ratu Asia’ (sebagai aktor, penyanyi dan pemusik) yang dipimpin oleh Syamsuddin Syafei. Grup musik ‘Ratu Asia’ dipimpin oleh Zubir Said, warga Minang yang juga menciptakan lagu kebangsaan Singapura.
Sejak Indonesia merdeka (1945) sampai 1953, Asbon aktif dalam dunia kemiliteran, antara lain sebagai Tentara Pelajar Padang dan anggota TRI Divisi Banteng di Bukittinggi. Tahun 1954, setelah bebas dari dinas ketentaraan, Asbon merantau ke Jakarta dan bergabung dengan Orkes Gumarang yang waktu itu dipimpin oleh Alidir (sebelumnya oleh Anwar Anif). Tahun 1955 Alidir menyerahkan kepemimpinan Orkes Gumarang kepada Asbon. Sejak itu Orkes Gumarang, yang mencangkokkan unsur musik Amerika Latin ke dalam musik Minang, menjadi terkenal ke seluruh Nusantara, bahkan sampai ke Malaysia melalui rekaman-rekamannya dalam bentuk piringan hitam. Asbon memimpin Gumarang sampai 1964.
Pada Februari 1964 Asbon dan beberapa personil Gumarang lainnya menyertai New York World Fair. Mereka berada di Amerika Serikat selama 11 bulan, kemudian meneruskan perjalanan Eropa. Tahun 1970 Asbon dan kawan-kawan mengikuti misi kesenian di Pekan Raya EXPO 1970 di Osaka, Jepang.
Tahun 1971 untuk pertama kalinya Orkes Gumarang manggung di Padang. Asbon, Syaiful Nawas, Dhira Suhud, Anas Yusuf dan istrinya yang warga Jerman, Ingrid Michel, serta biduanita cantiknya, Nurseha, dan bintang tamu Elly Kasim tampil memukau warga ibukota ranah bundo-nya itu ([Asbon Madjid] 1997:xix).
Asbon Madjid, yang telah banyak mendapat penghargaan atas sumbangsihnya teradap perkembangan musik Minang dan tanah air pada umumnya, meninggal pada tahun 1980 di Jakarta. Bersamaan dengan itu riwayat Orkes Gumarang turut tamat. Para personil Gumarang cerai-berai ‘dilarikan’ nasib masing-masing setelah sang ‘nakhoda’ meninggal. Yang masih hidup kini hanya Awaluddin Djamin dan Syaiful Nawas (tinggal di Jakarta), serta Anas Yusuf yang ikut istrinya di Jerman dan menjadi penyanyi opera di sana. Khairil Anwar benar: ‘sekali berarti setelah itu mati’.


sumber

Subscribe to receive free email updates: