Toko A.H. Tuinenburg yang fotonya kami turunkan dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini adalah salah satu ‘toserba’ terkenal di Padang pada awal abad ke-20. Menurut keterangan dalam berbagai iklan dari toko ini yang dimuat dalam koran-koran yang terbit di Padang seperti Sinar Sumatra, Warta Berita, dll., toko ini terletak di ‘Tanah Lapang Alang Lawas’ (di bilangan Alang Laweh sekarang). Pemilik toko ini bernama J. Boon Jr. Jadi, tampaknya toko ini dikelola oleh keluarga J. Boon turun temurun. Belum diperoleh informasi lebih lanjut mengenai keluarga J. Boon ini.
Toko A.H. Tuinenburg menjual berbagai jenis barang impor dari Eropa, antara lain sepeda, jam, alat musik, dan gramofon. Tentu saja dapat dibayangkan bahwa para pelanggan toko ini berasal dari kalangan atas di Padang pada masa itu, seperti orang Belanda dan elit pribumi dan Cina. Toko ini juga menerbitkan ratusan seri kartu pos (prentbriefkaart) yang indah-indah gambarnya. Berkat hasil terbitan berupa kartu-kartu pos itu, sekarang kita masih bisa melihat rekaman visual banyak tempat dan bangunan-bangunan penting di Padang dan Minangkabau pada umumnya di zaman lampau karena sebagian kartu-kartu itu masih tersimpan di beberapa perpustakaan di Belanda dan di toko-toko antik di luar negeri.
Foto ini aslinya berbentuk kartu pos yang dicetak tahun 1899 (kira-kira 112 tahun lalu). Di atas foto ini tertulis ‘Agentschap Ned. Ind. Sport Maatschappij’, dan di bawahnya tertulis ‘Rijwielhandel van A.H. Tuinenburg’. Jadi, rupanya Toko A.H. Tuinenburg juga berperan menjadi Perwakilan Masyarakat Olahraga Hindia Belanda di Padang. Bukan tidak mungkin bahwa pembuatan kartu pos ini adalah dalam rangka mempromosikan olahraga bersepeda di Padang pada waktu itu. Di depan toko ini kelihatan deretan sepeda di bawah sebuah palang besi bertuliskan ‘FONGERS RIJWIELEN’ yang artinya ‘sepeda Fongers’, satu merek sepeda yang cukup terkenal pada waktu itu.
Tapi kini sepeda, walau merek Raleigh (Reli) sekalipun, yang dulu menjadi standar jemputan bagi seorang pria yang tinggi derajatnya di Pariaman, tak laku lagi di Padang. Orang bergeduru membeli mobil yang tujuannya lebih untuk jaga gengsi. Betul kata tukang rabab Pariaman, Amir Hosen: ‘Lakuak Uba tabiangnyo tinggi / Padang Gantiang duo basimpang / Lah batandiang Honda jo Suzuki / Tampak taicia Reli usang.’ Toko A.H. Tuinenburg adalah bagian dari sejarah tradisi bersepada warga kota Padang di zaman lampau, yang kini makin macet oleh serbuan ‘kuda Jepang’ dari berbagai merek.
sumber
sumber