Kali ini dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ ini menurunkan foto makam Ir. W.H. de Greve di Durian Gadang, Silokek, Sinjunjuang. Foto ini (18 x 21 cm.) dibuat tahun 1872. Di nisan makam itu tertulis: “Hier rust de mijn ingenieur W.H. de Greve den 22″ October 1872 door een ongelukkig toeval alhier omgekomen R.I.P.” yang kurang lebih berarti: ‘Di sini beristirahat dengan tenang insinyur pertambangan W.H. de Greve yang pada 22 Oktober 1872 meninggal di tempat ini karena kecelakaan”.
Kisah hidup W.H. de Greve di Hindia Belanda berakhir cukup tragis, sebagaimana ditulis oleh Yonni Saputra, SS dalam http://teraszaman.blogspot.com/2011/04/mengenang-sosok-willem-hendrik-de-greve.html yang antara lain menjadi sumber rujukan tulisan ini. Lahir di Frakener, Belanda, pada 15 April 1840, Willem Hendrik de Greve adalah seorang geolog yang pintar. Dalam usia masih 19 tahun, ia telah meraih gelar insinyur pertambangan dari Akademi Delft pada 1859. Kemudian ia segera pergi ke Hindia Belanda untuk mengadu peruntungan. Pada 14 Desember 1861 insinyur muda yang bersemangat itu ditunjuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk menangani berbagai penelitan tentang bahan tambang di Hindia Belanda. Selang dua minggu kemudian, pada 27 Desember 1861, De Greve menikah dengan ELT Baroness, putri W.R. Baron Hoevell. Pasangan itu kemudian beroleh tiga orang anak.
Sebagai peneliti pertambangan, De Greve, diutus oleh Pemerintah Kolonial Belanda kemana-mana, antara lain ke Seram dan Bangka. Sembilan tahun setelah penyelidikan yang dilakukan oleh seorang insinyur Belanda yang lain yang bernama C. de Groot van Embden, melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 26 Mei 1867, De Greve diperintahkan pergi ke Ombilin untuk melakukan penyelidikan lebih rinci mengenai kandungan mineral di sana, yang sejak tahun 1858 sudah diteliti juga oleh seniornya, Ir. de Groot.
Di Ombilin De Greve melakukan penelitian intensif. Pada 1868 ia menyatakan bahwa kandungan ‘emas hitam’ di aliran Sungai Ombilin tak kurang dari 200 juta ton, yang tersebar di beberapa tempat, seperti Parambahan, Sigaloet, Lembah Soegar, Sungai Durian, Sawah Rasau, dan Tanah Hitam. Tahun 1870 De Greve melaporkan hasil penelitiannya itu ke Batavia dan pada 1871 ia, bersama W.A. Henny, mempublikasikan hasil penelitiannya yang judul Het Ombilien-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het Transportstelsel op Sumatra’s Weskust (’s Gravenhage: Algemeene Landsdrukkerij).
Seperti terefleksi dalam judul laporannya itu, rupanya De Greve sudah memikirkan sistem transportasi (transportstelsel) apabila kandungan batubara Ombilin dieksploitasi nantinya. Dan hal itulah yang membuat hidupnya berakhir tragis. Pada 1872, demikian Yonni, De Greve melakukan ekspedisi lagi menghiliri Sungai Ombilin hingga ke Batang Kuantan. Selain masih menyelidiki kandungan dan sebaran batu bara Ombilin pada jalur Sijunjung, ekspedisi itu juga dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan membangun jalur transportasi alternatif untuk membawa batu bara Ombilin ‘melalui Pantai Timur’ (Selat Malaka) jika sudah dieksploitasi nantinya.
Rombongan ekspedisi De Greve mencoba melintasi Batang Kuantan yang besar dan berarus deras itu. Di luar dugaan dan perhitungan, mengutip Yonni lagi, ketika memanfaatkan aliran Sungai Kuantan, perahu yang ditumpangi De Greve terbalik dan dia terseter arus desar Batang Kuantan. Ia tidak dapat menyelamatkan diri atau tidak pula ada orang yang bisa menyelamatkannya. De Greve tewas tenggelam. Peristiwa naas itu terjadi pada 22 Oktober 1872.
Mayat De Greve berhasil ditemukan dan kemudian dimakamkan di Nagari Durian Gadang, Silokek (sekarang masuk Kabupaten Sijunjung). Makam itulah yang terekam dalam foto ini. Untuk menghormati De Greve, pemerintah menamakan satu taman di Padang dengan namanya: Taman De Greve (letaknya kira-kira dekat Gedung Javasche Bank yang baru di Padang). Di sana dibangun sebuah monumen untuk mengenang insinyur berbakat yang mati muda itu. Salah satu dermaga kapal di tepian Batang Arau juga diberi nama De Grevekade (Dermaga De Greve).
Demikianlah kisah hidup Ir. W.H. de Greve yang cukup singkat itu (32 tahun). De Greve berkubur di Tanah Jajahan, jauh dari kampung halamanya, Frekener. Lepas dari niat dari setiap hati manusia yang hidup, langkah, rezeki, pertemuan, dan maut – seperti kata ahli hikmah – adalah rahasia Dia Yang Maha Kuasa.
sumber
sumber