Alam Minangkabau yang indah rupanya sudah cukup lama menjadi destinasi pariwisata orang Eropa. Mula-mula yang menikmati keindahan alam dan dan keunikan budaya Minangkabau itu hanya wisatawan pejabat kolonial Hindia Belanda dari Batavia yang melakukan turne ke Sumatra Barat. Namun, menyusul selesainya pembangunan Pelabuhan Teluk Bayur (Emmahaven) pada tahun 1893, kapal-kapal dari Eropa secara reguler singgah di Padang yang juga membawa para pelancong dari Eropa yang ingin menikmati keindahan alam Minangkabau.
Sampai akhir zaman kolonial pariwisata di Hindia Belanda masih dilakoni oleh orang Eropa. Orang Indonesia sendiri (pribumi) sebenarnya tidak punya konsep vacation sebagaimana yang dimaknai oleh orang Eropa. Beda budaya tentu beda pula cara memaknai relaksasi. Bagi kita kalau liburan, artinya pergi mengunjungi sanak famili.
Rubrik Minang Saisuak Singgalang Minggu kali ini menurunkan foto klasik Hotel Merapi di Padang Panjang. Hotel jelas punya hubungan erat dengan budaya pelancongan. Foto ini, yang berjudul Hotel Merapi te Padang-Pandjang (Hotel Merapi di Padang Panjang) dibuat tahun 1899. Tidak ada keterangan siapa produser foto yang berbentuk kartu pos ini. Dalam foto ini kelihatan satu kelurga dengan anak-anaknya. Barangkali mereka adalah pemilik atau tamu yang menginap di hotel ini.
Menarik juga melihat bentuk bangunan hotel ini: atapnya berbentuk tungkuih nasi, model yang juga dipakai oleh beberapa hotel yang awal muncul di Padang paroh kedua abad ke-19, seperti Hotel Aceh, Hotel Sumatra, dll. Atapnya juga masih belum mengenal sirap, masih atap daun kelapa atau rumbia.
Foto ini setidaknya memberikan informasi bahwa sudah cukup lama hotel muncul di kota kecil seperti Padang Panjang. Walaupun kotanya tidak begitu besar, Padang Panjang sangat strategis letaknya: yaitu sebagai kota transit bagi para pedagang atau siapa saja yang melakukan perjalanan dari kawasan pantai barat Sumatra ke pedalaman Minangkabau atau sebaliknya. Tapi Padang Panjang, seperti halnya Bukittinggi (Fort de Kock) berfungsi sebagai kota tempat tetirah bagi kalangan menengah dan atas dalam masyarakat kolonial di Sumatra Barat, khususnya bagi mereka yang bekerja di Padang, kota yang karena terletak dekat pantai jadi bersuhu panas.
Pada tahun 1913 Official Tourist Bureau (Dinas Pariwisata) Hindia Belanda di Batavia menerbitkan buku Sumatra: Illustrated tourist guide: a fourteen days trip in the Padang highlands (the land of Minangkabau) yang ditulis oleh L.C. Westenenk. Buku itu mempromosikan keindahan alam Minangkabau dan keunikan budayanya kepada calon turis dari Eropa. Seiring dengan beberapa hotel baru dibangun di Padang, seperti Hotel Oranje, Hotel Kruys, dll.
Sejarah turisme Sumatra Barat jelas menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dan foto ini tentu salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk itu. Di antara para mahasiswa Prof. Dr. Mestika Zed dan Prof. Dr. Gusti Asnan yang pintar mungkin ada yang tertarik.
sumber
sumber