Rubrik Minang Saisuak Singgalang Minggu kali ini menurunkan foto klasik pertunjukan komidi Bangsawan di Padang pada awal abad ke-20. Bangsawan adalah salah satu jenis sandiwara (opera) Melayu yang sangat terkenal pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Asalnya dari Semenanjung Malaya, tapi kemudian dikenal di banyak tempat di bagian barat Nusantara. Bangsawan mempertunjukkan cerita-cerita yang bernuansa Timur Tengah dan mengandung kisah percintaan. Yang terkenal di antaranya adalah Kisah Seribu Satu Malam. (Lihat: Tan Sooi Beng. Bangsawan: A social and stylistic history of popular Malay opera. Singapore [etc.]: Oxford University Press, 1993).
Konteks foto ini adalah perhelatan di rumah Dja Endar Moeda, seorang tokoh pers terkenal di Padang pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 (lihat rubrik Minang Saisuak, Singgalang, Minggu, 3 Juli 2011). Ia mengawinkan anaknya yang bernama Alimatoes Sadiah dengan Harun al-Rasjid, seorang dokter Jawa di Padang. Perkawinan itu berlangsung dari 1-13 April 1903. Dua pekan lamanya Dja Endar Moeda baralek gadang. Maklum, ayah anak daro adalah orang kaya dan penting di Padang. Penuh sesak rumah Dja Endar Moeda didatangi oleh tamu-tamu, baik orang-orang penting di Padang (dari kalangan pribumi, Cina, dan Belanda) maupun dari kalangan orang awam, tanda bahwa tuan rumah sangat dihormati dan luas pergaulannya. Yang menjadi orang tua (janang) dalam alek gadang Dja Endar Moeda itu adalah: Tuanku Regent Marah Adham dan anaknya Soetan Jahja, dua saudagar besar Pasar Gedang, yaitu Mohammad Said dan Marah Loedin, dan ayah marapulai Hadji Abdul Azis. Selengkapnya mengenai daftar nama undangan penting yang datang dalam pesta perkawinan yang merebahkan beberapa ekor kerbau itu dapat dibaca dalam Bintang Hindia No. 15, Th. 1 (Juli 1903):159-60, tempat foto ini dimuat. Rupanya foto ini dikirim oleh Lie Sim Tjoean, salah seorang koresponden Bintang Hindia di Padang, yang dinakhodai oleh Hoofdredacteur (Redaktur Kepala) Leutenant Clockener Brousson.
Nama grup opera Bangsawan yang fotonya kami tampilkan ini adalah Komidi Penglipoer Hati, yang dikepalai oleh seorang Melayu yang bernama Mohamad Ali. Pertunjukan diadakan pada tanggal 3 April. Disebutkan bahwa [h]amba Allah jang datang menonton pada malam itoe adalah 3 atau 4 ratoes orang. Orang duduk berdesak-desakan sehingga melimpah ke jalan yang terbentang di depan rumah Dja Endar Moeda, yang menyebabkan sado (bendi) dan kereta tidak bisa lewat. Segala penonton jang berpangkat, toean dan njonja serta ambtenaar (pegawai negeri kolonial), semoeanja doedoek didjamoe di beranda roemah itoe.
Mirip dengan orgen tunggal sekarang, teater Bangsawan dipertunjukkan di sebuah panggung. Di latar belakang dipasangi dekorasi dengan lukisan yang disesuaikan dengan cerita yang dibawakan. Seperti dapat dikesan dalam foto ini, para pemain Bangsawan berpakaian sesuai dengan karakter dan peran sosial tokoh-tokoh cerita yang dilakoninya. Beberapa lakon ada yang memakai topeng. Pertunjukan diiringin dengan beberapa jenis alat musik dan juga nyanyian. Sebagaimana halnya pertunjukan live banyak genre teater tradisional sekarang, pertunjukan teater Bangsawan di masa lampau adalah sebuah iven sosial. Pertunjukan itu adalah sebuah laman budaya (cultural site) di mana kita bisa mengamati berbagai fenomena sosial yang ada dalam masyarakat masa itu. Foto ini jelas juga merupakan satu dokumen penting mengenai perkembangan seni teater di Padang pada masa lampau. Mungkin ada mahasiswa pintar kita (dari Unand, UNP, Universitas Bung Hatta, atau ASKI Padang Panjang yang berminat menelitinya.
sumber
sumber