Banyak foto klasik yang tersimpan
di beberapa museum dan perpustakaan di Negeri Belanda mengabadikan
tampakan visual para penghulu di Minangkabau pada abad ke-19 dan awal
abad ke-20. Tongkat, yang dalam banyak kebudayaan di dunia menjadi
simbol kepemimpinan, juga menjadi pakaian penghulu di Minangkabau.
Rupanya bukan Sukarno orang pertama di negeri ini yang memegang tongkat
komando; para datuak kita bersaluak tinggi di Minangkabau rupanya lebih dulu dari Sukarno memakai ‘tongkat komando’.
Dia antara berbagai aksesori
pakaian penghulu di Minangkabau, ‘tongkat komando’ mungkin lebih
belakangan datang. Dengan kata lain, unsur tongkat ini mungkin merupakan
adopsi dari budaya Eropa (dalam hal ini Belanda). Dalam beberapa
kebudayaan Asia, misalnya Cina, tongkat menjadi pakaian para pendekar.
Catatan-catatan Belanda (lihat misalnya J. C. Boelhouwer 1841)
menunjukkan bahwa beberapa penghulu diberi hadiah tongkat berkepala emas
dan perak oleh Belanda karena dianggap dapat bekerjasama dengan mereka.
Hadiah itu sangat membanggakan mereka.
Rubrik ‘Minang Saisuak’
kali ini menurunkan sebuah foto klasik (9×12 cm.) yang mengabadikan dua
orang penghulu Minangkabau dan rekan-rekan mereka. Disebutkan bahwa
kedua penghulu yang berdiri di latar depan dalam foto ini adalah “Het Districtshoofd van Tilatan[g] en de Assistent-Districtshoofd van Kamang, Westkust Sumatra”
(Kepala distrik Tilatang dan wakil kepada distrik Kamang). Tidak ada
keterangan kapan foto ini dibuat dan juga tak jelas siapa mat kodaknya.
Namun, besar kemungkinan foto ini berasal dari awal abad ke-20. Tidak
pula dijelaskan siapa nama kedua datuak yang kelihatannya ‘penghulu basurek‘ ini, sebab di dada salah seorang di antaranya terlihat tergantung medali penghargaan dari Pemerintah Kolonial Belanda.
Keris penghulu di
Minangkabau rupanya disisipkan di pinggang di bagian depan, berbeda
dengan pemasangan keris dalam tradisi Jawa yang ditaruh di pinggang di
bagian belakang. Mungkin masing-masing memiliki falsafah sendiri.
Generasi muda sekarang tentu sudah banyak yang lupa falsafah pakaian
penghulu ini. Untuk itu kiranya baik dikambang-kambang lagi buku-buku yang membahas tema ini, misalnya: Bahar Datuak Nagari Basa, Falsafah pakaian penghulu di Minangkabau [...] (Payakumbuh: Eleanora, 1966) atau Buku pengangan Penghulu di Minangkabau karya Indrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu (Bandung: Rosda, 1978). Tentu saja kita juga berharap para penghulu di di era ‘kudo Japang‘ ini juga masih terus manakan pahat di garisnya, sebab konon rancak tapian dek nan mudo, elok nagari dek panghulu.
sumber: Suryadi - Leiden, Belanda (Sumber foto: Tropenmuseum, Amsterdam) | Singgalang, Minggu, 24 Maret 2013
0 Response to "Minang Saisuak #121 - Dua Penghulu dari Tilatang dan Kamang"
Post a Comment