Minang Saisuak #74 - Kongres MTKAAM 1941

minang-saisuak-kongres-mtkaam-1941

Sejarah Minangkabau telah mencatat bahwa para datuk di seluruh negeri pernah membentuk sebuah organisasi yang bernama Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau yang biasa disingkat MTKAAM. Organisasi para orang bersaluk tinggi ini didirikan pada tahun 1937. Ketuanya yang mula-mula adalah R. Datuak Simarajo Nan Kuniang yang berpikiran progresif. Namun beliau kemudian didepak dari MTKAAM tahun 1940 karena dituduh telah menyeret organisai itu ke kancah politik praktis. Namun ia bergabung lagi dengan MTKAAM setelah tidak diterima dalam Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), tapi ia keluar lagi dari organisasi adat itu menyusul keterlibatannya dalam pemroklamiran Partai Adat Rakyat di akhir tahun 1950-an (Gusti Asnan (2007:55,70). 

Rubrik Minang Saisuak kali ini menurunkan satu foto klasik yang terkait dengan vergadering (rapat) MTKAAM ke-2 di Padang Panjang tahun 1941. Di papan yang dipegang oleh anak kecil yang kelihatan dalam foto ini tertulis Hoohd (sic) Coemite Congres Alam ke II M.T.K.A.A.M, 17-20/1 1941, Padang Pandjang (Komite pusat Kongres Alam [Minangkabau] ke-2, Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau, 17-20 Januari 1941 di Padang Pandang). 

Foto ini berasal dari album lama keluarga Damanhuri di Pandaisikek. Beliau adalah anak dari Datuak Bagindo Basa yang dalam foto ini terlihat berdiri nomor dua dari kanan. Dalam foto ini berturut-turut terlihat dari kiri ke kanan: Datuak Machudum dari Sumaniak, tidak dikenal, Datuak Mandagam Sati, Datuak Mangkuto Sinaro, dan Datuak Bagindo Basa dari Pandaisikek, Datuak Simarajo (Ketua MTKAAM) dari Sumbua yang berpantalon serba putih. MTKAAM dibubarkan Sukarno menyusul keberhasilan Jakarta menumpas pemberontakan PRRI tahun 1961 karena para pengurusnya terlibat dalam PRRI dan yang lainnya bergabung dengan Masyumi. Ketika Suharto naik ke tampuk kekuasaan, MTKAAM dihidupkan kembali tahun 1967 tapi berubah nama menjadi LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) yang masih bertahan hingga sekarang. 

Rupanya sudah lama juga datuk-datuk kita gaya seperti dapat dikesan dalam foto ini. Kombinasi pakaian adat dan dasi serta sepatu kulit hitam mengkilat representasi kebudayaan Barat sudah lama saling melengkapi dalam penampilan datuk-datuk parlente di Minangkabau. Memang agak kurang manakah kalau datuk-datuk kita pakai sandal jepit saja. Senang kita melihat para pucuk pimpinan kaum dan adat kita tampil di ruang publik dengan gaya seperti ini, tidak sekedar bercelana jeans dan baju kaos oblong saja.


sumber

Subscribe to receive free email updates: