Minang Saisuak #138 - Surau di Baso, Agam

Sebuah surau dengan kolam (tabek) di depannya merupakan pemandangan umum di Minangkabau di masa lalu. Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa inilah salah satu penampakan fisik yang jelas dari efek revolusi agama yang terjadi di Minangkabau pada paroh pertama abad ke-19.

Kombinasi kolam dan surau atau mesjid itu juga cukup khas Minangkabau. Ini jelas dimungkinkan oleh dua hal: pentingnya air sebagai alat untuk mensucikan diri dalam Islam di satu sisi, dan keadaan geografi Ranah Minang nan subur dan berbukit-bukit yang memiliki banyak saluran air, di sisi lain. Air tabek yang dibuat di dekat surau tidak hanya berfungsi sebagai tempat mengambil air sembahyang atau untuk mandi, tapi juga untuk memelihara ikan yang hasilnya digunakan untuk kepentingan surau bersangkutan.

Ruang religius yang khas Minangkabau ini pasti menjadi bagian dari memori koleksif setiap anak lelaki Minangkabau yang menghabiskan masa kecilnya di Ranah Minang. Kehidupan di surau merupakan bagian dari life circle lelaki Minangkabau sebelum tahun 1980-an. Muhammad Radjab dengan menarik mengabadikannya dalam biografinya Semasa kecil di kampung, 1913-1928: Autobiografi Seorang Anak Minangkabau (Jakarta: Balai Pustaka, 1950).

Foto klasik rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menawarkan wisata visual sejarah ke salah satu nagari di darek, tepatnya Baso, di Luhak Agam, yang memotret ‘ruang religius’ yang khas Minangkabau ini. Baso merupakan salah satu nagari di Luhak Agam yang banyak terkena dampak pengaruh gerakan Paderi pada masa lampau. Khusus kepada anak nagari Baso, foto klasik yang dibuat sekitar 1931 ini tentu dapat menjadi rujukan historis sekaligus untuk melihat perubahan apa yang sudah terjadi di ruang publik nagari itu sekarang. 


sumber :Suryadi - Leiden, Belanda, (Sumber foto: Indisch Weteschappelijk Institute, Amsterdam) | Singgalang, Minggu, 25 Agustus 2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Minang Saisuak #138 - Surau di Baso, Agam"

Post a Comment