Kereta api Ganefo, begitu
sebutan yang diberikan oleh orang Minang dahulunya terhadap kereta api
penumpang yang dipakai di Sumatra Barat tahun 1960-an dan 1970-an. Sebutan ini jelas terkait dengan istilah Ganefo (The Games of New Emerging Forces) yang digagas oleh Presiden Sukarno yang diadakan di Jakarta pada tahun 1962. Istilah itu sangat populer di kalangan rakyat.
Kereta api Ganefo ditarik oleh
lokomotif yang masih memakai bahan bakar batubara. Yang paling khas pada
kereta api ini adalah bunyi peluitnya yang melengking tinggi, suara
mesinnya yang mendesis-desis seperti ular cobra atau ular simancik, dan bau asapnya yang harum yang khas bau batubara terbakar. Asap dari cerobongnya mangkapuok tinggi dan berwarna hitam, meninggalkan kabut di belakang.
Kereta api Ganefo menjalani seluruh jalur
yang tersedia di Sumatra Barat (lihat peta). Tahun 1960-an dan 1970-an
kereta api masih menjadi salah satu primadona moda transportasi publik
di provinsi ini. Walaupun bus umum sudah ada, banyak orang masih senang
naik kereta api karena lebih cepat sampai ke tujuan dan lebih terjadwal
pula, sedangkan dengan oto bus kadang-kadang lebih lambat karena waktu
itu belum seluruh jalan raya beraspal mulus. Kereta api Ganefo
juga punya gerbong kelas bisnis dan ekonomi, seperti terlihat dalam foto
ini, tapi kelas bisnis tentu bukan lagi untuk orang putih seperti zaman
kolonial.
Foto yang kami tampilkan dalam rubrik Minang saisuak kali ini mengabadikan rangkaian kereta api Ganefo
yang sedang berhenti di stasiun Padang Panjang. Foto ini dibuat tahun
1973 oleh Joy Joyce, Allan Tilley dan Bob Wilson pada tahun 1973.
Generasi tua dan mudo talampau Minangkabau tentu dapat memutar kenangan mereka kembali ke masa lalu bila melihat foto ini.
Di banyak tempat di dunia, kereta api seperti
ini dilestarikan untuk pariwisata. Saya pernah naik kereta api seperti
ini di Rusia, sangat menyenangkan karena menghadirkan suasana tempo
doeloe dalam dunia modern yang sesak anyak ini. Kita terlambat
menyadarinya, walau sudah ada sedikit usaha untuk membangkitkannya
kembali. Kini beberapa jalur rel kereta api (seperti rute Padang Panjang
- Bukittinggi dan Payakumbuh) sudah tertutup tanah atau di atasnya
didirikan bangunan. Sedih kita melihatnya, tapi rasa sedih itu hanya
akan besipongang dalam hiruk pikuk politik negeri yang makin tidak
berkeruncingan ini.
sumber:Suryadi - Leiden, Belanda
(Sumber foto: http://www.internationalsteam.co.uk/tales/wilson02.htm) | Singgalang, Minggu, 2 Februari 2014
0 Response to "Minang Saisuak #151 - Kereta Api Ganefo (1973)"
Post a Comment