Seorang penghulu yang telah dipilih oleh anak kemenakannya adalah pemimpin dari anak kemenakan tersebut, yang diibaratkan :
Hari paneh tampek balinduang
Hari hujan bakeh bataduah
Kusuik nan ka manyalasaikan
Kok karuah nan ka mampajaniah
Hilang nan ka mancari
Tabanam nan ka manyalami
Tarapuang nan ka mangaik
Hanyuik nan ka mamintehi
Panjang nan ka mangarek
Singkek nan ka mauleh
Senteng nan ka mambilai
dalam segala hal.
Maka perlu sesorang penghulu melaksanakan tugas kepenghuluannya (kepemimpinannya) dengan penuh kesadaran, dan kejujuran dan penuh tanggung jawab.
Tugas seorang penghulu mencakup segala bidang, seperti ekonomi anak kemenakan, pendidikannya, kesehatannya, perumahannya, keamanannya, agamanya serta menyelesaikan dengan sebaik-baiknya kapan terjadi perselisihan dalam lingkungan anak kemenakan dan masyarakat nagari.
Tugas-tugas tersebut diatas adalah suatu karya penghulu dalam memberikan bantuan dan partisipasi terhadap lancarnya jalan pembangunan dan lancarnya roda pemerintahan di nagari. Kalau tugas dalam lingkungan anak kemenakannya ini telah dilaksanakan sebagaimana mestinya menurut hukum adat Minangkabau, adalah merupakan bantuan yang tidak kecil artinya terhadap pembangunan dan pemerintahan di daerah kita, yang pokoknya merupakan tugas pula bagi ninik mamak penghulu di nagari-nagari. Maka di dalam adat Minagkabau ada empat macam tugas pokok bagi seorang penghulu :
I. Manuruk Alua nan Luruih
Artinya seseorang penghulu harus melaksanakan segala tugas kepenghuluannya menurut ketentuan-ketentuan Adat lamo pusako usang, yakni meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, yang dilandaskan kepada 4 macam ketentuan :
a. Melaksanakan (menurut) kato pusako
b. Melaksanakan kato mufakat
c. Kato dahulu batapati
d. Kato kamudian kato bacari.
Empat macam ketentuan adat adalah alur pusako yang dijadikan titik tempat bertolak dalam segala persoalan di dalam Adat Minangkabau. Umpamanya :
Mahukum adia
Bakato bana
Naiak dari janjang
Turun dari tanggo
Kato pusako ini mempunyai pengertian yang dalam dan mempunyai ruang lingkup yang luas sekali dalam hidup dan kehidupan manusia di Minangkabau. Apakah pemimpin anak , kemenakan, korong kampuang, nagari, menyelesaikan persengketaan, melaksanakan suatu pekerjaan dan lain-lain, yang berhubungan dengan orang banyak, hendaklah menurut ketentuan adat itu sendiri. Kalau tidak, akan membawa akibat dan hasil yang tidak memuaskan, setidak-tidaknya mendatangkan rintangan dan halangan dan melambatkan proses suatu pekerjaan yang seharusnya kita capai dengan segera, seperti kata adat tentang kato pusako :
Mamahek manuju barih
Tantang bana lubang katambuak
Malantiang manuju tangkai
Tantang bana buah karareh
Manabang manuju pangka
Tantang bana rueh ka rabah
Tantang sakik lakeh ubek
Tantang ukua mako di Karek
Tantang barih makanan pahek
Artinya berusahalah sejauh mungkin meletakkan sesuatu pada tempatnya, berbuat dan bertindak tepat lurus dan benar menurut semestinya, atau dalam perkataan lain :
Naik dari janjang
Turun dari tanggo
II. Manampuah Jalan nan Pasa
Yang disebut di dalam adat :
Jalan pasa nan ka tampuah
Labuah goloang nan ka turuik
Jangan manyimpang kiri jo kanan
Condoang jangan kamari rabah
Luruih manatang dari adat
Yakni kebenaran. Seharusnya seorang yang telah jadi penghulu melaksanakan ketentuan yang telah berlaku baik cara berumah tangga, berkorong berkampuang, bernagari, jangan diubah dan dilanggar.
Jalan menurut adat ialah dua macam pula :
a. jalan dunia, yakni :
baadat,
balimbago,
bacupak,
bagantang
b. jalan akhirat, yakni :
beriman kepada Allah
beragama islam
bertauhid
beramal
Baadat :
Dalam hal ini adalah melaksanakan dengan sesungguhnya dengan penuh kesadaran yang mencerminkan jiwa dan tujuan adat itu dalam setiap gerak dan perilaku seorang penghulu (pemimpin). Seorang yang beradat di Minangkabau harus sanggup merasakan ke dalam dirinya apa yang dirasakan oleh orang lain, sehingga menjadilah seorang yang beradat, apakah dia pemimpin atau rakyat, orang yang berbudi luhur dan mulia. Karena hal ini syarat mutlak dalam mencapai kebahagiaan lahir bathin, duniawi dan ukhrawi.
Balimbago :
Arti lembaga adalah suatu gambaran yang dimakan akal yang merupakan himpunan dari segala unsur penting dalam masyarakat (organisasi).
Rumah tangga adalah suatu lembaga, pemerintahan adalah suatu lembaga, maka seorang penghulu tidak dapat melepaskan diri dari lembaga-lembaga tersebut.
Penghulu adalah sebagai kepala adat dalam kaumnya, sebagai pemimpin dan sebagai anggota kaum. Juga dia sebagai bapak dari anak, anggota dari kerapatan adat-nagari, mamak dari kemenakan. Kalau seorang penghulu telah melalaikan tugasnya sebagai seorang penghulu, maka disebut penghulu yang tidak belimbago.
Bacupak :
Cupak adalah suatu ukuran di Minangkabau yang tidak lebih di kurangi, dan tidak boleh diubah. Kalau dalam adat, cupak yang paling utama diketahui dan dipakai oleh seorang penghulu ialah cupak usali, yakni bagaimana prosedurnya seorang penghulu menyelesaikan suatu sengketa anak kemenakan, sehingga dapat mencapai hasil penyelesaian yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya menurut kemampuan manusia yang diukur dengan cupak tersebut. Maka seorang penghulu harus mempunyai dan keakhlian dalam menyelesaikan suatu sengketa anak kemenakan, dengan cara tidak boleh dilebihi dan dikurangi atau berat sebelah (tidak adil).
Bagantang :
Disebut dalam adat gantang nan kurang duo limo puluah (empat puluh delapan). Sebenarnya maksud dari ketentuan adat ini ialah seorang pemimpin harus melaksanakan ukuran yang diturunkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya, mengetahui tentang sifat-sifat Tuhan itu sendiri, yakni Aqaid yang lima puluh, yaitu 20 sifat yang wajib pada Allah, 20 sifat yang mustahil pada Allah, dan 4 sifat yang wajib pada Rasul, dan 4 sifat yang mustahil pada Rasul, jumlah seluruhnya 48. Yang dua macam lagi tidak disebutkan dalam adat, karena dua macam teruntuk bagi kehendak Allah dan Rasul yakni, satu yang harus pada Allah dan satu yang harus pada Rasul.
Jalan akhirat :
Yakni iman, Islam, tauhid dan makrifat.
Seorang Penghulu perlu menjadi seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, yang benar-benar melaksanakan syari'at Islam yang telah diwajibkan dan sekaligus mengesakan Tuhan, dan beramal saleh. Karena penghulu adalah partner dari alim ulama yang melaksanakan maksud pepatah :
Syarak mangato
Adat mamakai
kepada anak kemanakan dipimpinnya.
III. Mamaliharo Harato Pusako
Mempunyai tangan harato pusako, Seorang penghulu mempunyai kewajiban memelihara harta pusaka kaumnya dan anak kemenakannya, yang disebutkan dalam ketentuan adat :
Kalau sumbiang dititik
Patah ditimpa
Hilang dicari
Tabanam disalami
Anyuik dipinteh
Talamun dikakeh
Kurang ditukuak
Rusak dibaiki
Artinya seorang penghulu harus berusaha memelihara harta pusaka anak kemenakan, jangan sampai terjual atau berpindah kepada orang lain. Begitupun tergadai yang tidak menurut syarat yang telah dibolehkan oleh adat Minangkabau, seperti untuk kepentingan pribadi, untuk kepentingan anak dan isteri.
Boleh juga digadaikan hanya kalau telah ditemui salah satu syarat menurut adat, seperti gadih gadang tak balaki, maik tabujua tangah rumah, rumah gadang katirisan, adat tak badiri. Syarat tersebut harus terjadi dengan sesungguhnya, dan tidak ada jalan lain untuk mengatasinya selain dari menggadaikan harta pusaka tersebut. Pendeknya seorang penghulu harus berusaha jangan sampai harta pusaka anak kemenakan dan kaum, tergadai tidak menurut semestinya, menurut kehendaknya sendiri-sendiri dan berusaha mencarikan jalan keluar untuk mengatasinya, dengan mengamalkan maksud pepatah :
Barek samo di pikiua
Ringan samo dijinjiang.
dengan jalan bantu membantu dalam kaum tersebut. Seorang penghulu harus berusaha untuk menambah harta pusaka anak-kemenakan dengan jalan manaruko sawah yang baru atau ladang, atau setidak-tidaknya berusaha meningkatkan hasil yang telah ada pada masa tersebut. Harta pusaka yang merupakan ulayat bagi seorang penghulu adalah daerah teritorial kekuasaan seorang penghulu. Disanalah berkembang anak kemenakan hidup dan berkehidupan, berumah dan bertetangga, bersawah dan berladang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dengan hasil sawah ladang tersebut ia dapat mendidik anak kemenakan, membangun sekolah dan mesjid, membangun rumah dsb.
Kalau ulayat yang tempat bersawah dan berladang, ini telah terjual atau tergadai oleh seorang penghulu, maka habislah daerah kekuasaannya, hilanglah sumber ekonomi anak kemenakannya.
Dalam adat dikatakan :
Suku baranjak
Bangso pupuih
Manah hilang
Suku dari seseorang penghulu akan hilang dan habis dengan berpindahnya hak milik dari ulayat tersebut, dan lama-lama bangsa dari seorang penghulu akan lenyap dan habis, tanah tempat mencari sumber penghidupanpun hancur, tidak ada tempat bagi keturunan di masa datang.
Pepatah mengatakan :
Sawah ladang banda buatan
Sawah batumpak di nan data
Ladang babidang di nan lereng
Banda baliku turuik bukik
Cancang latiah niniak moyang
Tambilang basi rang tuo-tuo
Usah tajua tagadaikan
Kalau sumbiang batitik
Patah batimpa hilang bacari
Tarapuang bakaik tabanam basalami
Kurang ditukuak ketek di pagadang
Senteng dibilai singkek diuleh.
IV. Mamaliharo Anak Kamanakan
Tugas penghulu yang keempat ini adalah tugas yang berat, tetapi murni dan suci. Seorang penghulu yang baik dan bijaksana dapat memberikan arahan kepada anak kemenakan didalam segala lapangan kehidupan. Tugas memelihara anak kemenakan tergantung kepada berjalannya tugas yang tiga macam sebelumnya secara baik. Tanpa dapat menjalankan tugas tersebut, seseorang tidak akan berhasil dalam memimpin anak kemenakan dan kaum, yakni :
Manuruik alua nan luruih
Manampuah jalan nan pasa
dan memelihara harta pusaka sebagai sumber penghidupan dari anak kemenakan tersebut, seperti kata pepatah :
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
urang kampuang di patenggangkan
Tenggang nagari jan binaso
Tenggang sarato jo adatnyo
Dari pepatah adat diatas kita dapat mengerti bahwa seorang penghulu disamping membimbing/memimpin kemenakannya dia harus bertanggung jawab memimpin anaknya. Dalam diri seorang Minangkabau melekat lima macam tugas dalam dirinya. Dia adalah sebagai pemimpin dari anaknya, pemimpin dari kemenakannya, dan pemimpin dari korong kampuangnya juga pemimpin didalam masyarakat nagarinya (kerapatan adat nagari) .
Bila seorang penghulu benar-benar menjalankan tugas kepenghuluannya secara baik menurut adat, tugas-tugas tersebut diatas akan dapat dijalankan sekaligus, sesuai dengan pepatah diatas.
Bukan hanya penghulu tahu kepada anak kemenakannya semata, tetapi juga dia tahu kepada korong kampuang dan nagarinya, serta keluarga di rumah tangga isterinya, dengan memimpin dan membimbingnya.Tentu saja dengan cara pimpinan yang berbeda, dengan memimpin anak dan kemenakannya sendiri.
Kesimpulan :
Tugas pokok penghulu di dalam nagari sapat disimpulkan dalam papatah :
Manuruik alua nan luruih
Manampuah jalan nan pasa
Alua luruih barih tarantang
Jalan pasa labuahnyo golong
Indak manyimpang kiri jo kanan
Luruih manantang barih adat
Hanyuik bapinteh
Hilang bacari
Tarapuang bakaik
Tabanam basalami
Tingga dijapuik
tapacik dikampuangkan
Jauah diulangi
Kalau kusuik disalasai
Kalau karuah di janiahi
Kusuik bulu paruah manyalasaikan
Kusuik banang cari ujuang jo pangka
Kusuik sarang tampuo api mahabisi
Disuruah babuek baiak
Dilarang babuek mungka
Kasudahan adat di balairung
Kasudahan dunia ka akhirat
sumber: Buletin Sungai Puar 14 April 1986
0 Response to "Tugas Dari Seorang Penghulu"
Post a Comment