Suku bangsa Minangkabau tidak ingin merasa untuk mencatatkan namanya dalam sejarah, tetapi mereka memiliki keinginan yang sangat kuat untuk mengetahui asal usul suku bangsa mereka. Mereka tidak mencatat sejarah tetapi mereka menggunakan tambo. Dunia tambo dalam suku minangkabau berarti dunia tanpa catatan sejarah tetapi pada waktu yang sama mengandungi unsur dari sejarah.
Pada awalnya tambo ini mengisahkan proses pembentukan dari Alam Minangkabau. ” Pada awalnya yang ada hanya lah Nur Muhammad, dan melaluinya Allah menciptakan alam, langit dan bumi". Kemudian dan dari cahaya (nur) ini lah diciptakannya malaikat dan Nabi Adam a.s sebagai manusia pertama. Kemudian Allah memerintahkan Nabi Adam dan putra-putrinya berada kedunia, yang pada masa itu masih mencari dan melalui proses kesempurnannya. Adam dan Hawa mendapat tiga puluh sembilan zuriat. Putra dan putrinya kawin satu dengan yang lain, kecuali putra mereka yang paling bungsu. Beliau direncanakan untuk dikawinkan dengan seseorang bidadari dari surga, kerana Allah menginginkan keturunanya menjadi raja di dunia. Beliau diberi nama Iskandar Zulkarnain (bertanduk dua) karena tanduk emasnya yang melambangkan dua kerajaanya yang berbeda di timur dan barat, diutara dan selatan.
Iskandar Zulkarnai akhirnya mempunyai tiga orang putra. Yang tertua diberi nama Maharaja Aliif, anak yang kedua diberi nama Maharaja Depang dan yang bungsu dinamai dengan Maharaja Diraja. Setelah mangkatnya Iskandar Zulkarnain, tiga kakak beradik ini akhirnya berlayar kearah timur . Ketika mereka hampir sampai di wilayah Langkapuri (Sri Lanka) terjadilah kesalahan pahaman tentang siapa yang patut mewarisi untuk menjadi pewaris mahkota yang ditinggalkan oleh Iskandar Zulkarnain. Disaat terjadinya perselisihan tersebut mahkota yang mereka perebutkan itu terlepas dari tangan ketiga beradik dan jatuh kedalam laut. Seorang penasehat Mahara Diraja yang bernama Cati Bilang Pandai yang cakap dan bijak dalam berbicara, Cati Bilang Pandai memberikan nasehat dan menyimpulkan atas kejadian ini, bahwasanya baginda telah mendapat semula mahkota itu kembali. Setelah kejadian ini akhirnya ketiga kakak beradik ini akhirnya berpisah dan mencari arah tujuannya masing-masing beserta pengikutnya. Maharaja Alif pergi ke arah barat atau Rom (Negeri Turki), Maharaja Depang berjalan/berlayar kearah utara (Jepang & Cina) dan Maharaja Diraja menyusuri arah selatan dan tinggal di pulau Perca atau Andalas (Sumatera) dan memerintah nusantara.
