Minang Saisuak #127 - Perkampungan Cina di Padangpanjang

Migrasi orang Cina ke Minangkabau tidak lepas dari dunia perdagangan. Orang Cina dan dunia perdagangan ibarat lepat dengan daun. Di kalangan orang Indonesia sendiri ada mitos bahwa tanpa orang Cina sebuah kota tidak akan bisa berkembang. 

Kedatangan orang Cina di Sumatera Barat sama tuanya dengan pembentukan kota-kota pantai di rantau barat Minangkabau. Buku Erniwati Asap hio di Ranah Minang: komunitas Tionghoa di Sumatra Barat (Yogyakarta: Penerbit Ombak dan Yayasan Nabil, 2007) mengungkapkan sejarah komunitas Tionghowa - sebutan untuk Cina pendatang di Indonesia - di Sumatera Barat. Namun, banyak hal yang belum digali dari sejarah kedatangan orang Cina di Ranah Minang.

Rubrik Minang Saisuak’ kali ini menurunkan satu kodak klasik perkampungan orang Cina di Padangpanjang. Straatgezicht in de Chinese wijk van Padangpandjang” (Pemandangan jalan di perkampungan Cina di Padangpanjang), demikian judul foto yang berukuran 10,2 x 12, 7 cm. ini. Foto ini dibuat sekitar 1895 atau mungkin lebih awal. Tidak ada keterangan siapa mat kodak-nya. Di latar belakang tampak perbukitan, mungkin kawasan Bukit Tui. 

Belum ada kajian yang mendalam tentang sejarah kedatangan orang Cina di Padangpanjang. Ini kesempatan bagi mahasiswa (pintar) dari UNAND dan UNP untuk menelitinya. Kedatangan orang Cina di Padangpanjang didorong oleh peran baru yang dimainkan oleh kota itu sebagai kota transit perdagangan antara darek dan rantau barat Minangkabau pada pertengahan abad ke-19. Hasil bumi dan barang-barang yang diproduksi di darek ditumpuk dulu di Padangpanjang sebelum diangkut ke kota-kota pantai seperti Padang dan Pariaman. Begitu juga sebaliknya: Padangpanjang menjadi tempat menumpuk barang-barang yang diproduksi di daerah pantai seperti ikan asin, minyak kelapa, dan garam, sebelum didistribusikan ke kota-kota lain di darek. Hal diceritakan oleh Muhammad Saleh Dt. Urang Kayo Basa, pedagang besar Pariaman di abad ke-19, dalam otobiografinya, Riwajat Hidoep dan Perasaian Saja (1914). Pembukaan jalan Lembah Anai yang kemudian disusul dengan pembukaan jalur kereta api dari darek ke Padang pada 1890-an makin membuat Padangpanjang maju dan menjadi titik vital perdagangan di pinggang Bukit Barisan.

Seperti di kota-kota lainnya di Indonesia, orang Cina berperan penting dalam pemribumian teknologi Barat (lihat misalnya Karen Strassler, 2010). Di Padang Panjang mereka juga aktif dalam bisnis ini, seperti fotografi, barang-barang elektronik, perbioskopan, dan lain-lain. Sekarang entah berapa banyak orang Cina yang masih tinggal di Padangpanjang. Yang jelas, kawasan Pecinan, dengan kontruksi fisik dan suasananya yang khas, selalu menjadi tempat yang menarik dan menjadi daya tarik tertentu bagi-kota-kota di dunia. Ia merupakan aset pariwisata sebuah kota. 



Suryadi - Leiden, Belanda. (Sumber foto: Tropenmuseum, Amsterdam) | Singgalang, Minggu, 12 Mei 2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Minang Saisuak #127 - Perkampungan Cina di Padangpanjang"

Post a Comment