Bagi sopir oto umum yang menjalani trayek Padang (atau wilayah lainnya di Sumatra Barat) ke Kerinci, sudah dikenal cerita betapa berbahayanya jalan yang mereka lalui. Jalan raya ke Kerinci menjalar berkelok-kelok di pinggang Bukit Barisan karena kota Kerinci terletak di punggung pegunungan yang membelah Pulau Sumatra itu. Jalan-jalan seperti itu adalah the deadliest road bagi para sopir angkutan umum maupun pribadi, karena di samping berada di tubir-tubir jurang yang dalam, juga rawan longsor pada musim hujan.
Umumnya jalan-jalan raya yang menghubungan Kerinci dengan wilayah pesisir, baik ke arah pantai barat maupun pantai timur Sumatra, dibuat di zaman Belanda. Jalan-jalan itu merupakan perluasan dari jalan setapak yang sudah diteroka dan dilalui oleh penduduk selama bertahun-tahun.
Rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menurunkan foto klasik tentang ruas jalan ke Kerinci yang paling sulit dan berbahaya. Pembangunannya dilakukan sekitar awal abad 20. “Een indrukwekkende wegaanleg op Sumatra. De Korintjiweg, Sumatra’s Westkust. Het moeilijkste gedeelte”, demikian judul foto ini, yang yang artinya: Salah satu konstruksi jalan yang paling impresif di Sumatra. Jalan ke Kerinci, Sumatra Barat: ruas yang paling berbahaya. Foto ini dibuat oleh mat kodak yang tidak diketahui namanya sekitar tahun 1922.
Kerinci adalah salah satu rantau samping rumah orang Minangkabau yang awal, seperti terefleksi dalam hubungan batin antara sampiran dan isi pantun ini: ‘Tatagun Gunuang Kurinci / Batang piaweh buek dulang / Dicaliak ambun ditangisi /Badan jauh di rantau urang’. Banyak perantau Minang yang mengadu nasib di Kerinci, negeri yang terkenal dengan magisnya itu.
Sampai akhir masa kolonial hubungan budaya antara Kerinci dan Minangkabau masih erat. Tapi lama-kelamaan hubungan itu merenggang, lebih-lebih lagi seusai pergolakan daerah (PRRI) tahun 1961, ketika Kerinci secara administratif telah dimasukkan oleh Jakarta ke dalam wilayah Provinsi Jambi.
sumber:Suryadi - Leiden, Belanda. (Sumber foto: http://www.weekbladbuiten.net/) |Singgalang, Minggu, 17 November 2013
0 Response to "Minang Saisuak #144 - Berkelok Jalan ke Kerinci (c. 1922)"
Post a Comment